Skip to main content

Wifi Gratisan, Legalkah?

Senin malam, akhirnya saya bertemu salah satu penghuni asrama. Namanya Arun, asal India. Dia mahasiswa ECU juga, jurusan ilmu komputer.

Ketika saya bisa berinternet dengan mudah dengan memanfaatkan wifi gratisan, dia bingung kenapa laptop dia tak bisa masuk ke jaringan. Saya coba bantu menyambungkan, ternyata memang tak bisa. Entahlah kenapa.

"Kamu masuk ke jaringan orang secara ilegal," katanya. Ilegal? Wah, saya tidak bermaksud begitu. Well, pertama, saya memang tidak tahu jaringan wifi ini punya siapa. Kedua, ilegal itu jika jaringan ini menggunakan password dan saya mencoba memecahkan password tersebut. Kenyataannya, network ini yang justeru menemukan signal saya.

Anyway, saya akan bicarakan hal ini dengan pengelola asrama nanti. Sekalian, saya juga belum bayar kamar. Nggak lucu kayaknya jika saya tersandung urusan hukum karena ketidaktahuan dan kemasabodohan. Untuk sementara, saya akan terus pakai jaringan ini buat berselancar di dunia maya.

Comments

catatan sibay said…
saya rasa selama bisa konek tanpa username dan passwd sepertinya tak ilegal, kemungkinan laptop rekan anda ada yang kurang settingannya

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.