Skip to main content

Boxing Day in Perth



















































"Boxing Day", bahkan seorang housemate saya yang kristiani saya tidak mengerti maksud dari istilah ini. Dia mengira ini ada kaitannya dengan pertandingan tinju. Beruntung, tiga hari menjelang libur natal, Debbie, guru bahasa Inggris saya memberikan materi tentang segala hal yang berhubungan dengan natal. Maka, saya jadi paham apa itu boxing day. Di negara-negara yang mayoritas penduduknya bukan kristiani, istilah boxing day memang jarang dipakai.

Pada hari yang jatuh setelah hari natal ini, saya ke kota. Setelah menunggu hampir 1 jam, bis akhirnya datang juga. Sebelumnya saya sudah minta informasi tentang jadual bis yang katanya memang akan lebih jarang dari hari biasa. Susahnya tinggal sub-urb yang selalu tergantung pada bis. Tiba di kota, saya terperangah. Ramai sekali. Orang-orang saling bergegas masuk keluar toko dengan tangan penuh belanjaan. Ketika saya lihat ke jendela-jendela pertokoan, di sana tertulis diskon dengan angka-angka yang memang menggiurkan. Di beberapa butik bahkan terjadi antrian panjang. Luar biasa.

Oh, ini rupanya. Saya teringat dengan boxing day. Teringat pula sama cerita sahabat saya yang tinggal di Amerika, tentang hari setelah natal dimana orang kalap belanja karena potongan harga yang besar-besaran.

Saya tak harus ikutan belanja, dong. Harus irit. Nanti saja kalau pulang ke Indo, akan jauh lebih murah.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.