Skip to main content

Kabar dari Oxford

Saya sampai lompat dari kursi tempat saya duduk ketika membaca email dari Oxford University, Inggris. Awalnya saya tidak tahu itu email apa, main baca saja. Ternyata, pemberitahuan kalau abstrak saya diterima dan saya diundang untuk mempresentasikannya Juni tahun depan. Subhanallah. Alhamdulillah.

Cerita bermula ketika seorang rekan saya di FE UNJ mengirimkan sebuah email tentang konferensi internasional bidang bisnis di Oxford ini. Sudah beberapa rahun, dosen-dosen dari fakultas kami bergantian mengirimkan proposal ke sana dan selalu berhasil lolos. Tahun ini ada beberapa yang mengirim dan puji Tuhan, mereka juga lolos.

Gembira bukan main. Ini akan menjadi langkah besar saya menggeluti dunia penelitian. Sebuah pengakuan internasional yang harus saya persiapkan betul-betul. Apalagi penyelenggaranya adalah unviersitas terkemuka di dunia. Wow, hati seperti berbunga-bunga. Namun begitu, ada juga perasaan gelisah. Bagaimana tidak? Jangankan tingkat dunia, tingkat kelurahan saja saya tak pernah melakukan presentasi ilmiah. Apalagi sebagai dosen baru, pegawai baru, pengalaman saya belum seberapa. Makanya rada keder juga.

Well, sesuatu sedang ditorehkan. Saya harus bisa tiba di sana. Ada waktu sekitar enam bulan untuk melakukan persiapan. Mulai dari menyelesaikan risetnya, latihan presentasi, dan mencari dukungan biaya. Iyalah, karena untuk bisa ke Inggris, saya harus menyediakan uang sendiri.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.