Skip to main content

Mimpi "Moating"

Terbangun dari mimpi. Saya berada di sebuah tempat dengan banyak orang. Saya sedang membayangkan sebuah kata dalam bahasa Inggris 'moating' yang berarti, versi mimpi saya, aktivitas atau sesuatu yang dilakukan ketika kita 'terbelenggu' atau dalam kondisi terpojok yang dihubungkan dengan kreatifitas, mengoptimalkan diri, well, agak maksa dan melakukan kegiatan atau usaha yang tidak harus melanggar hukum tapi seolah-olah di luar batas dari kebiasaan. Bisa juga sebuah pertualangan. Tiba-tiba, seseorang yang saya yakini seorang yang memiliki jabatan mengumpulkan orang-orang, dari segala usia, termasuk saya. Saya baru menyadari sedang berada di kantor surat kabar Kompas. Ada semacam kompetisi menulis.
Orang ini memiliki asisten yang membagikan buku dan alat tulis kepada para peserta lomba. Salah satu topiknya adalah...ah, lupa. Ada beberapa topik sebetulnya. Sesuatu yang berhubungan dengan 'moating' ketika kita sedang berada di luar negeri, sesuatu yang berhubungan dengan traveling. Saya masuk ke sebuah ruangan, mulai menulis, hingga satu halaman habis. Ketika mau pindah halaman tenyata buku yang saya terima itu sudah penuh dengan tulisan. Saya ingin mencari si asisten untuk mendapatkan kertas baru. Ternyata ada briefing lanjutan, di mana setiap orang diminta untuk menjelaskan sesuatu. Orang yang tadi memberikan briefing memanggil nama saya... Hap, terbangunlah saya.

Moating. Saya langsung buka kamus mini. Moat artinya "parit". Kalau di kampus online, artinya:n.
- A deep wide ditch, usually filled with water, typically surrounding a fortified medieval town, fortress, or castle as a protection against assault.
- A ditch similar to one surrounding a fortification: A moat separates the animals in the zoo from the spectators.


tr.v. moat·ed, moat·ing, moats To surround with or as if with a moat.
[Middle English mote, mound, moat, from Old French, mound, or Medieval Latin mota.]

Pena.
Keterbatasan.
Kreatifitas.
Luar negeri.
Kompas.
Kompetisi.

Sepertinya, sebelum mimpi ini, ada mimpi lainnya. Saya sedang bercakap-cakap dengan tiga orang. Teman dari sahabat saya, entah yang mana (mimpi suka aneh, kan?). Dia bercerita tentang sebuah pekerjaan, paruh waktu yang beresiko pada konsistensi jam kerja. Orang ini menawari saya untuk gabung sambil memberikan trik-trik untuk mengelabui (in positive way) pemberi kerja.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.