Skip to main content

SmartRider


















Sekarang saya lumayan mengerti tentang ticketing untuk bus, kereta, dan ferry di Perth setelah cukup lama mengamatinya.

Seminggu pertama saya di sini, saya belum terima kartu mahasiswa karena ternyata nama saya tidak ada dalam sistem jaringan kampus. Padahal dengan kartu itu, saya bisa menikmati fasilitas perpustakaan dan mengisi kartu tersebut dengan deposit sejumlah uang sehingga saya bisa cetak, fotocopy, dan naik angkutan umum dengan harga konsesi, harga khusus pelajar. Selama itu, kemana-mana saya bayar pakai uang tunai. Harus uang kecil atau pas, jika nilai uang terlalu besar, sopir akan menolak.

Angkutan dalam kota, gratis. Jika masuk wilayah sub-urban dalam batas zone 1, dikenai ongkos senilai AUD 1,7. Memasuki zone kedua dan ketiga, masing-masing dikenai tambahan AUD 1,7. Lumayan berat. Tapi, ada satu hal yang perlu diingat. Setiap kali kita menyerahkan uang ke sopir, sopir akan mencatat transaksi pada sebuah mesin. Ada secarik bon yang akan diberikan kepada penumpang. Bon ini akan masih berlaku selama 2 jam dari waktu kita melakukan pembayaran. Meskipun kita pindah angkutan, kita tinggal menunjukkan bon tersebut kepada sopir atau petugas. Saya baru tahu hal ini setelah beberapa hari dan menghabiskan banyak dolar!

Well, kita bisa mengisi kartu yang disebut dengan SmartRider ini, dengan nilai sejumlah uang. Datang saja ke bagian informasi di terminal bis Wellington. Petugas akan melayani dengan ramah. Atau, naik saja bis, lalu serahkan uang misalnya 10 dolar atau lebih, sopir akan mengisikannya untuk kita.

Setiap kali kita naik bis, kartu kita tag, maksudnya kita tempelkan pada sebuah alat dekat tangga masuk, biasanya akan berbunyi bip. Jika nilai uangnya masih banyak, bunyinya akan nyaring. Jika sudah menipis, bunyinya akan pelan. Santai saja, tidak usah sungkan. Tidak perlu juga buru-buru mengisi, kartu masih bisa dipakai untuk sekali atau dua kali jalan lagi. Begitu juga ketika turun, kartu harus di-tag lagi.

Kalau naik kereta, mesin tag adanya di stasiun, bukan dalam kereta. Begitu tiba di stasiun, tag-kan saja kartunya. Sama juga ketika turun, mesin tag ada di stasiun tujuan. Sewaktu-waktu petugas akan melakukan pemeriksaan dalam kereta. Mereka akan meminta kita menunjukkan karti SmartRider dan mengecek nilai uang yang ada dalam kartu tsb. Jika value dianggap sangat rendah, mereka akan mengingatkan kita. Ada beberapa kejadian, penumpang tidak bisa menunjukkan kartu SmartrRider ini. Petugas, yang kadang perempuan-perempuan cantik dan ramah, bisa menjelma jadi sosok yang garang dan menggiring para penumpang gelap itu ke markas mereka. Arrrggg...



Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.