Skip to main content

Apakah Ada yang Baca Blog Saya?

Sebuah pertanyaan mengusik pikiran saya: apakah di luar sana ada orang yang membaca blog saya? Lalu saya kembali bertanya: apa penting tulisan saya dibaca orang? Yeah, sebetulnya salah satu tujuan saya mempertahankan blogspot, karena saya menghindar dari komentar orang-orang. Saya hanya ingin menulis tanpa disibukkan oleh siapa menulis apa seperti yang terjadi pada multiply, misalnya. Hati saya jadi terganggu jika tulisan saya tidak menarik perhatian. Sementara di blogspot ini, saya memang tak berharap. Jadinya lebih tulus.
Sebuah film tentang blogger belum lama saya tonton, berjudul Julie and Julia yang diperankan oleh Merril Streep dan Amy Adams. Julia yang pekerja kantoran, merasa cita-citanya sebagai penulis kandas malah menjadi karyawan 9 to 5 yang tidak membuatnya bahagia. Lalu ia memanfaatkan waktu luangnya dengan memasak mengikuti buku resep tua milik ibunya dan menuliskan pengalaman memasaknya dalam jurnal online. Dia punya target sekian ratus resep harus selesai dalam satu tahun.
Dia terus menulis meskipun beberapa minggu pertama tak ada respon sama sekali. Kemudian, seperti yang saya lakukan, ia bertanya pada dirinya sendiri dan suaminya: apa di luar sana ada orang yang sudi membaca tulisannya? Ternyata, seiring berjalannya waktu dan makin banyak dia mengirim tulisan, makin banyak orang yang memperhatikan tulisan dia. Hingga boss-nya sendiri membacanya. Tapi justeru itulah Julia mendapat masalah, bossnya tidak suka dia memiliki hobby nge-blog. 
Kisah menarik. Blog tersebut akhirnya membawa dia menjadi penulis professional setelah begitu banyak dukungan dari mana-mana. Isi dari blog tersebut dibukukan dan bahkan difilmkan.
Ah, saya jadi sadar diri. Blog ini, sangat tidak menarik.

Comments

Dimas Dito said…
ada yang baca. blogspot buat saya pribadi bisa menjadi sebuah sejarah. biar anak cucu saya nanti tau apa yang saya kerjakan pada masa ini. seperti apa saya ini, manunisa seksiskah atau manusia penuh kritik, trik dan intrik. hehehehe. keep writing :)
roi said…
ada kok..
baca blog orang itu seperti melongok ke dalam pikiran orang lain, menelaah pengalaman hidup orang lain. Jauh berbeda dengan membaca fiksi yang terkadang isinya bisa ditebak.

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.