Skip to main content

Badai dan Hujan Es di Perth











Selama lima bulan tinggal di Perth, baru pertama kali melihat hujan kemarin. Bukan sekedar hujan, namun disertai angin sangat kencang dan gledek. Sore kemarin, saya punya janji dengan Dr Maguire untuk konsultasi tulisan. Langit sudah sangat mendung. Namun saya ragu hujan akan turun. Ternyata, keraguan saya tak beralasan. Selama konsultasi, hujan tumpah ruah yang membuat Dr Maguire justeru tidak konsentrasi. Apalagi istrinya telpon, katanya atap rumah tersingkap, kabel listrik amburadul, air masuk dapur, entah apa lagi. Saya hanya menguping saja. Merasa tak enak hati, saya minta pertemuan di jadual ulang apalagi melihat bule satu itu sibuk menelpon tukang listrik dan istrinya.

Malam sudah turun lama ketika saya memutuskan untuk pulang dari kampus Joondalup. Hujan sudah berhenti. Jalanan sepi. Stasiun apalagi. Perut sudah sangat lapar, berharap segera tiba di rumah. Mungkin saya bisa bikin sup atau mie goreng. Namun rupanya, kereta dari Stasiun Perth ke arah Midland bermasalah karena gangguan badai. Transperth yang melayani angkutan umum baik bis, kereta maupun ferry, menyediakan bis khusus untuk mengantisipasi penumpang akan terlantar. Ada sekitar 50 roang penumpang yang dengan patuh mengikuti instruksi petugas. Bahkan ketika bis yang disediakan ternyata bukan buat jurusan Midland, orang-orang malah masih saling melempar senyum. Untunglah tak berapa lama kereta yang saya tunggu datang juga. Tak henti-hentinya pengumuman lewat loudspeaker dikumandangkan, permohonan maaf dari Transperth.

Saya tak habis pikir dengan perilaku sopan masyarakat sini, sambil membayangkan jika kejadian sama menimpa layanan angkutan umum di tanah air. Saya teringat ketika suatu ketika pulang dari Jakarta menuju Bogor, sangat malam, kereta yang saya tumpangi bermasalah di sekitar Depok. Tuhan, saya baru lulus SMA dan tak mengerti bagaimana bisa pulang naik angkutan umum dari Depok ke Bogor. Mengikuti arus kerumunan penumpang lain, ternyata mereka terpisah-pisah. Tambah bingung karena saya tak menemukan orang yang mau ke Bogor!

Kembali ke cerita tentang badai, pagi ini saya bertemu seorang sahabat di ruang kerja. Dia bercerita tentang betapa hebatnya badai kemarin. Tentu saja membuat saya terheran-heran karena meskipun mengalami, tapi tak dapat membayangkan sejauh apa parahnya. Ketika dia menunjukkan foto-foto di http://www.perthnow.com.au/, baru saya maklum. Ternyata sebagian Perth terendam banjir dan malah hujan es segala! Pertama kali sejak 50 tahun terakhir ini begitu menurut berita.
[foto-foto diambil dari perthnow.com.au]


Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.