Skip to main content

Passion about Research

Belum lama ini saya mengikuti sebuah seminar, presentasi hasil penelitian dari satu orang professor tentang penyakit pikun, seorang doktor tentang kasus hukum, dan seorang doktor lagi tentang analisis potensi tourism di sebuah kawasan. Banyak yang hadir dan saya merasa menjadi seseorang yang beruntung berada di antara orang-orang penting universitas.
Ada beberapa hal yang bisa saya ambil manfaat dari pertemuan itu: semangat untuk meneliti, diantaranya. Mereka terus meneliti tanpa henti. Sepertinya sudah menjadi bagian dari hidup mereka untuk terus bekerja dan berpikir. Itulah yang disebut passion. Dan saya merasakan passion itu sedang melanda saya. Yeah, meskipun saat ini yang bisa saya lakukan baru pada tahap awal melakukan penelitian yang baik dan benar, tapi saya yakin suatu ketika saya akan bisa sepenuhnya.
Saya ingin meneliti tentang volunteer, tourism, volunteer tourism, dan social marketing. Satu investasi sudah saya lakukan yaitu dengan melanjutkan kuliah. Lalu diterimanya salah satu paper saya di Inggris. Selanjutnya?
Semoga saja saya diberi kesehatan, ide yang terus mengalir, kecerdasan yang tak terbatas, dan rezeki yang banyak. Supaya saya bisa merealisasikan cita-cita menjadi peneliti. Untuk kemudian bisa diaplikasikan untuk kesejahteraan banyak orang. Saya percaya Tuhan tahu apa yang ada dalam hati saya.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.