Skip to main content

Mimpi Michael Jackson

Source: stupidcelebrities.net
Malam hari, tapi terang benderang seperti siang hingga saya bisa dengan leluasa melihat suasana kampung halaman di Bogor. Angin berhembus sangat kencang, sampai-sampai saya bisa mengapung. Seseorang yang saya lalui, tampak akrab dalam masa kanak saya tapi saya tidak tahu siapa, saya sapa sambil saya tunjukkan cara melayang untuk memanfaatkan hembusan angin yang luar biasa kerasnya. Tapi orang itu berjalan seperti biasa, seolah tak ada apa-apa. Waktu itu saya bergerak dari arah selatan menuju utara, entah dari mana. Mungkin sehabis ziarah ke makam Bapak.

Dua rumah sebelum rumah Mak, saya melihat di halaman rumah tetangga, bukan dengan kondisi rumah sekarang yang sudah tak berhalaman dan ganti pemilik, ada sebuah kolam renang kecil dengan warna biru terang yang sepertinya baru selesai dibuat namun sudah penuh dengan air. Saya berusaha mendarat, namun tak mudah ternyata. Arus angin begitu kuat.

Ketika saya hampiri kolam itu, penampakan sudah berubah. Bukan kolam renang lagi yang ada di depan mata, melainkan sebuah bak air yang masih baru, bahkan masih basah, masih dengan permukaan semen yang basah. Pada satu sisinya tampak tidak sempurna. Lalu saya sodorkan tangan untuk meluruskan agar tampak rapi. Suasana sepi karena malam hari tapi seperti siang terang benderang. Angin sudah tak lagi berhembus. Orang yang tadi saya lalui lewat dan menegur saya dengan riang. Ah, giliran orang itu yang sedang menikmati angin padahal saya tidak.
Lalu tiba-tiba saya bertemu Michael Jackson!

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.