Setiap kali mengingat deadline penyerahan paper hari Senin, 26 April mendatang, rasanya langsung mual. Sebetulnya, secara keseluruhan paper saya yang akan dikirimkan ke Bangkok sudah bisa dikatakan selesai 80%. Yang saya lakukan, membaca ulang, menambah, mengedit, terus-terusan begitu.
Tiba-tiba istri saya mengingatkan tentang kerusuhan di Bangkok yang terjadi akhir-akhir ini. Hah? Saya sama sekali tak pernah membaca tentang memanasnya sengketa politik di sana. Begitu saya buka internet dan mencari berita tentang chaos di ibukota Thailand itu, saya baru sadar. Sepertinya saya harus mempertimbangkan lagi yang sebaiknya dilakukan. Paper terus dikerjakan, tapi tak usah jadi pergi ke Thailand. Mungkin sebaiknya saya mengirimkan ke negara lain yang aman tapi tak terlalu jauh sehingga bisa hemat ongkos. Kecuali tentu saja ada yang sponsori.
Kerusahan Bangkok mengingatkan saya pada kejadian yang menimpa Indonesia tahun 1998. Tapi saya tak bisa membandingkan mana yang lebih buruk. Yang pasti, kerugian akibat bencana ini sudah mulai dirasakan. Banyak orang batal pergi ke sana, pesawat tidak ada yang terbang ke sana, hotel dan pusat perbelanjaan pada tutup, termasuk orang-orang asing yang berada di pusat kota, hampir semuanya mengungsi mencari selamat.
Sejauh ini, panitia penyelenggara konferensi belum memberikan kabar apapun, apakah akan melanjutkan, memindahkan, menunda, atau membatalkan. Tapi jika keadaan begini terus berlarut, saya sebaiknya mundur.
Ah, bye-bye Bangkok...
Comments