Skip to main content

Bye Bye Maylands

Saya baru saja memutuskan untuk pindah dari flat yang sekarang saya tempati. Keputusan mendadak, tapi sebetulnya juga tidak mendadak. Saya sudah merasa ada kelainan dari teman satu rumah saya. Menurut saya, dia terlalu rewel untuk segala hal yang menurut saya bukan prinsip. Seperti misalnya, saya mengangkat jemuran dengan membiarkan pintu terbuka. Dia berpidato panjang lebar tentang kelalaian saya. Dia juga pernah mengoceh karena saya tidak menyalakan exosfan saat mandi. Percayalah, itu tidak sering. Cuma sekali-sekali saja yang kebetulan dia lihat. Kali lain, saya pernah dua kali ditegur gara-gara saya mengaji subuh. Tentu saja saya tidak melakukannya dengan toa. Tapi buat dia, itu adalah gangguan yang harus dihentikan. Terakhir, ketika tengah malam saya bersandung. Ah, hanya bergumam di dalam kamar yang menurut saya tidak terlalu keras. Dasar saja dia terlalu kaku.

Menurut saya, ketika kita bertetangga atau bahkan berbagi tempat dengan orang lain, sebaiknya kita tidak perlu menerapkan standar yang berlebihan. Setiap orang punya hidup yang mereka jalani dengan cara yang berbeda.

Daripada menyimpan penyakit hati, saya lebih baik mundur. Saya orang merdeka. Saya tak perlu menjadi orang lain yang tidak saya inginkan hanya untuk menyenangkan orang lain yang dia pun tidak tahu caranya menghargai orang lain.

Begitulah. Bismillah, saya bisa mendapatkan rumah berikutnya yang membawa barokah.

Setelah Jumat sore saya ke daerah Mill Point dan melihat sebuah kamar yang diiklankan, Sabtu pagi ini saya ke Stirling. Semua tempat menyenangkan. Cuma beberapa hal perlu dipertimbangkan.


Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.