Skip to main content

Innaloo, My New Home

Dengan membayar jasa taksi lebih dari 37 dolar, akhirnya saya pindah dari Maylands ke Innaloo, Minggu, 25 April 2010. Saya mendapatkan rumah ini dari sebuah pengumuman kecil di papan pengumuman kampus. Biasanya di papan itu, memang banyak mahasiswa yang memasang iklan mencari teman untuk kontrak bareng, jual mobil, sampai jual hewan peliharaan. Sebetulnya saya juga sempat mencari info lewat gumtree.com dan berkunjunglah ke suatu rumah di kawasan Perth Selatan. Ah, saya suka dengan lingkungannya yang dekat dengan berbagai macam fasilitas. Sayangnya, sangat jauh dari kampus. Setidaknya, jikapun saya pindah, saya harus mendapat manfaat lain dari rumah baru saya.

Rumah yang saya tempati sekarang baru dibangun setahun lalu. Maka segala rupanya memang masih baru. Saya tinggal dengan seorang mahasiswa undergraduate asal Australia yang bekerja full time di sebuah toko minuman. Saya tak heran jika hampir di setiap sudut rumah ada botol minuman, baik yang masih berisi maupun yang kosong. Bujangan, laki-laki, masih muda pula, mengingatkan pada masa lalu saya hingga tak heran jika rumah terlihat sangat tak rapi dan kotor. Buat saya, bukan masalah. Bisa saya benahi pelan-pelan. Yang akan jadi masalah jika perilaku penghuninya yang ribet, seperti housemate saya terdahulu.

Sebetulnya rumah itu memiliki tiga kamar tidur. Satu lagi, dihuni oleh saudara dari teman baru saya ini. Tapi seringnya dia tinggal bersama pacarnya.

Meskipun tak seistimewa Maylands untuk urusan lokasi, tapi cukup beruntung saya bisa menempati rumah ini. Untuk ke super market, tinggal jalan kaki sekitar 5 menit, yang buka setiap hari dari jam 7 pagi hingga jam 7 sore; halte bis ada di depan rumah; kalau mau ke kota atau ke kampus, naik bis sebentar lalu ganti naik kereta; Jika tidak sabar menunggu bis, tinggal jalan kaki cuma 15 menit.

Yeah, mudah-mudahan tidak terjadi hala-hal yang membaut perasaan gundah. Saya tinggal di sini untuk sementara sampai pertengah Juni saja karena saya berencana pulang ke Indonesia, lalu ke Inggris, lalu boyongan ke Australia lagi bersama istri dan anak saya. Insyaallah, semuanya lancar dan dilancarkan.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.