Saya tak mau menghakimi. Tapi reaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu di pantai Kuta, Bali, dengan merazia para lelaki muda yang diduga berpraktek sebagai gigolo, amatlah disayangkan. Bukan juga saya mau menghalalkan kegiatan mereka.
Maksud saya, come on, Bali itu sudah menjadi tujuan wisatawan terpopuler di Indonesia, sangatlah tidak bisa dipisahkan dari unsur kegiatan esek-esek. Tidak hanya di Bali, ini berlaku secara umum di mana pun di dunia. Kalau razia baru dilakukan sekarang setelah video di youtube itu, apa selama ini pemangku adat, pejabat, dan pihak kepolisian buta? Lelaki-lelaki muda yang biasanya berbadan kekar dan berkulit gelap, mereka gentayangan di sepanjang pantai Kuta dari pagi hingga malam. Perilaku mereka sangat jelas. Meskipun saya sesekali saja mengunjungi pantai Kuta, baik dari penglihatan langsung maupun cerita orang, kisah para gigolo di sana sudah bukan rahasia. Banyak dari mereka bahkan diajak tinggal bareng di luar negeri oleh kliennya. Ada juga yang diajak menikah dan menetap.
Saya mencoba melihat dari sudut berbeda. Anggap saja video tersebut sebagai promosi gratis buat Bali. Dalam strategi komunikasi, pesan yang disampaikan kepada audiens kan tidak selalu harus yang berkonotasi positif. Dengan negitifism, terkadang justeru lebih menarik perhatian khalayak. Wah, jangan-jangan apa yang dilakukan para aparat dengan menangkapi para tersangka gigolo memang bagian dari strategi kampanye Kuta?
Hebat!
Comments