Skip to main content

"Sudah sekolah tinggi dan jauh, tahunya berumur pendek..."

Tekanan dalam menjalani kuliah PhD dan di luar negeri bisa datang dari mana saja, termasuk dari pasangan. Pasangan dari sahabat saya berkomentar jenaka: "Sudah sekolah tinggi dan jauh-jauh, tahunya berumur pendek..." Lucu, tapi jadi bikin miris. Kerja keras untuk meraih mimpi, setelah mimpi dalam genggaman ternyata dibawa mati. Belum lama, istri saya mengirim SMS. Pengen buru-buru naik haji karena kuatir mati muda. Ah, ada apa dengan orang-orang ini?

Berhari-hari, tanpa sengaja ternyata hal ini mengganggu pikiran saya. Untuk apa sebenarnya saya pergi jauh meninggalkan pekerjaan, meninggalkan keluarga hanya untuk mengejar mimpi? Apakah saya berlebihan? Tokh saya akan mati juga.

Saya teringat dengan obrolan dengan seorang sahabat kecil saya. Dia menikah di usia 20-an tahun, mengingatkan saya berulang kali agar segera mengikuti jejaknya. Dia bilang, "Mumpung masih muda, cepat kawin, lalu punya anak. Bayangkan kalau telat kawin, anak masih kecil kita sudah tua..." Saya tak menyangkal pendapat dia. Tapi juga tak terlalu setuju. Saya pikir, segala sesuatu pastilah ada waktunya. Belum lama ia meninggal dengan meninggalkan dua anak yang masih kecil bahkan salah satunya masih bayi. Umur, hanya Tuhan yang mengendalikan.

Iya, jika kita berumur pendek. Tak perlulah sekolah tinggi, tak perlulah kaya raya. Semuanya tak ada yang dibawa ke liang lahat. Namun bagaimana jika berumur panjang? Sama halnya dengan: saya sungguh-sungguh menjaga kesehatan agar tetap bugar, tidak mudah sakit dengan berolah raga, menjaga makanan namun akhirnya akan mati juga.

Dengan terus mencerdaskan diri, sepertinya kita punya harapan untuk memulyakan diri dengan ilmu yang kita miliki. Bisa mengabdi pada negara dan melayani banyak orang. Jadi sepertinya tak perlu pesimis. Mau mati besok atau seratus tahun lagi, jangan biarkan hati mengecil karena ancaman kematian. Kita hanya boleh berpikir kematian untuk mamacu diri untuk berbuat kebaikan. Bukan kemudian jadi diam dan tak bermutu. Semakin yakin kematian semakin dekat, semakin keraslah kita bekerja untuk menyelesaikan segala urusan. Sambil berharap bahwa hasil dari kerja keras kita dapat memperpanjang 'umur'.

Bagi saya, jikapun umur sudah saya ketahui kapan waktunya, saya tak akan mundur dari apa yang sedang saya kerjakan. Komitmen adalah ikhtiar yang disukai Tuhan sementara hasilnya biar Dia yang menilai. Semoga saja berguna bagi yang saya tinggalkan.


Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Forum Rektor se-Asia

Saya dan sahabat-sahabat dari Fakultas Ekonomi UNJ, sedang jumpalitan menyelenggarakan forum rektor se-Asia. Nama acaranya "Asian University Presidents Forum 2009". Persiapan sudah sejak setahun lalu. Perjuangan yang merepotkan karena harus berbagi waktu, tenaga, dan pikiran untuk pekerjaan-pekerjaan lain yang juga menuntuk konsentrasi. AUPF ini berlangsung dari 18 tanggal hingga 21 Oktober. Event ini diadakan di hotel Borobudur. Namun tak sekedar di hotel ini saja kegiatan berlangsung karena kami juga memilih beberapa lokasi lain untuk bermacam kegiatan seperti Town Hall gubernuran, Gedung Arsip, Cafe Batavia, Segarra Ancol, Museum Sejarah, dan Istana Bogor. Untuk event ini, saya mengambil peran sebagai External Relations. Itu job utamanya, tapi ketika waktunya tiba, apa saja dikerjakan untuk membantu bagian-bagian lain yang keteteran. Bekerja dengan orang-orang yang belum pernah bekerja dan orang-orang yang pernah bekerja dengan latar belakang motivasi yang beragam, lumaya

Super Deal 2 Milyar, Super Rekayasa?

ANTV bersimbiosis dengan STAR TV. Secara revolusioner statsiun TV ini melakukan pembenahan. Maka program-program unggulan diluncurkan. Berminat dengan kemilau dan bakat Farhan, mereka berani mengontrak secara ekslusif lelaki asal Bandung yang sebelumnya tumbuh subur di lading kreatif Trans TV, dengan nilai rupiah yang menjuntai. Namun program talk show yang dikomandani Farhan setiap malam itu hingga kini belum bisa dikatakan sukses. Lalu, muncullah acara kuis Super Deal yang mempesona jutaan pemirsa karena nilai hadiahnya yang mencapai 2 milyar Rupiah. Siapa yang tak ingin ketiban rejeki sebanyak itu? Kali ini, Nico Siahaan yang berkesempatan membawakan acara. Untuk meningkatkan awareness public terhadap acara kuis Super Deal, baliho besar-besar dipasang nyaris di setiap perempatan jalan Jakarta, entah kalau di luar kota. Lalu secara mengejutkan, sepasukan guru yang menjadi peserta kuis tiba-tiba tampil dan berhasil mendapatkan uang senilai dua milyar! Fantastis