Skip to main content

Kisah Tabung Gas Mini

Beberapa tahun lalu. Belum juga Pertamina ketok palu untuk memutuskan bahwa mereka perlu mengimpor tabung gas ukuran mini, tahu-tahu pasokan tabung sudah datang dari negeri Cina. Setelah itu, satu demi satu kasus ledakan tabung terjadi di mana-mana.

Sekarang, kita perlu mencari kambing hitam untuk disalahkan tentunya. Pertama, bagaimana mungkin pihak distributor yang melakukan impor tabung gas bisa melakukan transaksi dengan supplier dari Cina dengan spesifikasi jelas sesuai dengan rencana Pertamina? Ada indikasi permainan orang dalam yang seolah berebut pasar sebelum pertandingan dimulai.

Kedua, karena orderan dilakukan sangat instan sehubungan dengan perlombaan meraih pasar, quality control tidak lakukan sehingga mutu tidak terjaga dan akibatnya bisa dilihat sekarang.

Ketiga, mestinya begitu terendus ada keterlibatan orang dalam yang bermain mata dengaqn pihak distributor sebelum keputusan diluncurkan, Pertamina harus bertindak tegas. Mengusut bagaimana informasi bisa bocor ke pihak luar, menyita tabung gas dan menghancurkannya. Selanjutkan, demi reputasi yang bersih, lakukan bidding yang transparan, lakukan uji kelayakan pada produk, dan terus memantau kualitas tabung.

Keempat, ketika kasus pertama muncul, lakukan investigasi dan review. Lakukan tindakan dengan mendata rumah tangga mana menggunakan tabung buatan siapa. Selidiki dan teliti apakah produk memang aman.

Kelima, jangan segan untuk mengumumkan bahwa tabung ukuran mini tidak aman. Konsumen mendapat penggantian secara gratis.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.