Skip to main content

Ibu vs Anak: Kasus Selebritis

Beberapa hari ini saya sedang menaruh perhatian terhadap kasus yang menimpa Qori Sandioriva, Putri Indonesia yang sedang berkasus dengan ibu kandungnya. Sekaligus gemas dengan komentar-komentar sejumlah pembaca di portal berita online yang menghakimi sang putri sedemikian rupa seolah dia manusia paling bersalah di muka bumi karena telah mengecewakan ibunya.

Tidak semua perempuan layak disebut ibu karena perilakunya terhadap anak-anaknya. Ada ibu yang menyengsarakan anak, mengkerdilkan, menyepelekan atau malah meninggalkan. Untuk kasus Qory, kita belum tahu persis apa yang terjadi. Sambil menunggu semua terbuka, hal yang paling bijak adalah menunggu daripada berasumsi atau malah menyalahkan satu pihak saja.

Saya teringat ibu kandung Manohara yang berjuang mati-matian agar anaknya bisa kembali ke pangkuan dia meskipun dalam hal ini saya sangat tidak setuju dengan apa yang dia lakukan. Come on, anaknya sudah bersuami dan suaminyalah yang paling berhak atas anaknya! Itu kalimat yang saya kutip dari kitab suci. Jadi saya punya alasan hebat untuk tidak memihak kepada ibunya Manohara.

Perempuan kedua yang saya ingat adalah dia yang telah melahirkan artis Kiki Fatmala. Saya tidak tahu persis apa yang terjadi kecuali histeria dia yang memaki anaknya di depan kamera-kamera televisi. Uh, saya tak bisa membayangkan jika ibu saya melakukan perbuatan begitu. Susah mungkin untuk bisa menjaga perasaan sayang tanpa terganggu dengan kelakuan sang ibu yang entah maunya apa mengumbar aib dan sumpah serapah terhadap anak kandungnya sendiri.

Lalu ada ibu dari mendiang artis Adi Firansyah yang sangat rajin mengibarkan aib anaknya sendiri. Anaknya sudah meninggal, apa tidak sebaiknya didoakan semoga arawahnya tenang di sisi Sang Pencipta, eh, ini malah mengungkit masa lalu kebinalan anaknya yang konon katanya memiliki anak dengan perempuan bersuami yang juga artis. Tidak ada bukti jelas. Yang ada justeru kenekadan dia menyediakan informasi semu malah jadi fitnah buat orang lain dan anaknya sendiri. Untung apa yang dia dapat? Nothing.

Berkasus dengan ibu memang bikin susah. Sebagai anak, sebaiknya mungkin memilih untuk kalah saja. Tidak ada gunanya melawan, malah membuat kita durhaka.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.