Skip to main content

DPR yang Tak Akan Pernah Maju



Rencana pembangunan gedung DPR/MPR baru ternyata bikin banyak orang terperangah. Ide siapakah? Apakah dari anggota dewan yang sudah lengser atau yang sekarang sedang bekerja? Atau dari pihak rumah tangga gedung? Atau dari pemerintah? Siapa pun pencetusnya, pastilah orang sinting.

Pantas saja Indonesia akan terus menjadi negara berkembang seumur hidup tanpa pernah akan menjadi negara maju. Lihat saja, banyak bangunan, termasuk gedung DPR/MPR, belum 100 tahun harus sudah direnovasi. Artinya, kualitas bangunan tidak dirancang untuk selama mungkin. Lihat jalan raya, lihat trotoar, lihat gedung pasar, kantor pemerintahan, gedung sekolah... Uang habis untuk bongkar dan bangun kembali.

Bandingkan dengan apa yang dilakukan oleh negara-negara maju. Mereka, jikapun harus membangun hal baru, itu sekedar untuk pelengkap saja. Karena sesungguhnya mereka sudah men'developed' negaranya ratusan tahun lalu dan tetap mempertahankan bangunan lama karena kualitasnya masih baik dan layak pakai. Mungkin hingga puluhan atau ratusan tahun yang akan datang masih akan tetap begitu. Itu terjadi karena mereka membangun setiap fasilitas dengan perencanaan terbaik, material terbaik, tukang terbaik, pengawasan, dan perawatan terbaik. Uang yang mereka miliki tidak untuk membangun jalan baru, gedung baru, tapi untuk meningkatkan kesejahteraan warga, meningkatkan kualitas hidup.

Uang negara dibuat untuk main-main. Mau marah rasanya.

Btw, desain gedung baru mirip dengan gedung Departemen Pertahanan Prancis.







[image dari sini dan sini]

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.