Skip to main content

Ahmadiyah, Kisahmu Kini

Turut prihatin dengan adanya kasus penyerangan warga ahmadiyah di wilayah Ciampea, Kabupaten Bogor. Mengerikan jika satu kelompok masyarakat sudah main hakim sendiri terhadap kelompok masyarakat yang lain. Terlepas dari keyakinan yang mereka peluk itu benar atau salah, adalah salah jika harus melakukan tindakan kekerasan sedemikian rupa.

Bukankah agama Islam sendiri sudah memberikan jaminan kepada siapapun untuk memeluk agama yang diyakini masing-masing? "Untukku agamaku, untukmu agamamu..."

Kita tak perlu saling memaksakan kehendak untuk memastikan diri bahwa agama yang kita anut adalah yang terbaik. Percayai, jalani. Itu saja. Tak harus mengganggu dengan apa yang diyakini orang lain. Ahmadiyah bukanlah kelompok arisan, yang jika dibubarkan urusan akan selesai jika masing-masing anggota sudah menyelesaikan kewajibannya dan menerima haknya. Ini soal keyakinan, dogma. Pasti tidak mudah mencerabut sesuatu yang sudah lama kita yakini di hati, kalbu, otak, jiwa dan raga, untuk kemudian beralih pada keyakinan lain, jika negara menganggap Ahmadiyah bukan Islam.

Di Indonesia, Ahmadiyah boleh sebagai minoritas. tapi di negara lain, bisa jadi mayoritas. Sama halnya dengan Syiah dan aliran lain yang pokok ajarannya saling yang kontroversial. Muhammadiyah dan NU di tanah air, dua kelompok ini mayoritas, tapi di belahan dunia lain tak berarti apa-apa.

Penyerangan-penyerangan ini sebetulnya sudah diantisipasi oleh banyak kalangan, menyusul pernyataan Menteri Agama Suryadharma Ali agar Ahmadiyah dibubarkan. Aneh, seorang pejabat setingkat menteri bicara seperti itu. Bayangkan, jika Ahmadiyah harus dibubarkan karena dianggap sesat, berarti agama lain pun harus dibubarkan karena menurut Islam mereka sesat. Sebaliknya, menurut agama lain, Islam adalah agama yang sesat. Berarti harus dibubarkan juga? Hahah. Bisa-bisa, Indonesia kelak menjadi negeri tanpa agama karena saling membubarkan antar pemeluknya.

Ingat kasus film 'Fitna' yang ramai diributkan. Seorang Presiden SBY, sampai berkomentar pedas terhadap film yang dibuat oleh politisi Belanda itu karena, seperti juga komentar banyak kalangan, film tersebut sangat menghina Islam dan menyesatkan. Karena kita mayoritas seolah berhak protes. Bagaimana jika kita yang minoritas?

Mari kita belajar dengan segala kemajemukan bangsa kita. Yang berbeda dengan kita, bukan bearti keliru.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Forum Rektor se-Asia

Saya dan sahabat-sahabat dari Fakultas Ekonomi UNJ, sedang jumpalitan menyelenggarakan forum rektor se-Asia. Nama acaranya "Asian University Presidents Forum 2009". Persiapan sudah sejak setahun lalu. Perjuangan yang merepotkan karena harus berbagi waktu, tenaga, dan pikiran untuk pekerjaan-pekerjaan lain yang juga menuntuk konsentrasi. AUPF ini berlangsung dari 18 tanggal hingga 21 Oktober. Event ini diadakan di hotel Borobudur. Namun tak sekedar di hotel ini saja kegiatan berlangsung karena kami juga memilih beberapa lokasi lain untuk bermacam kegiatan seperti Town Hall gubernuran, Gedung Arsip, Cafe Batavia, Segarra Ancol, Museum Sejarah, dan Istana Bogor. Untuk event ini, saya mengambil peran sebagai External Relations. Itu job utamanya, tapi ketika waktunya tiba, apa saja dikerjakan untuk membantu bagian-bagian lain yang keteteran. Bekerja dengan orang-orang yang belum pernah bekerja dan orang-orang yang pernah bekerja dengan latar belakang motivasi yang beragam, lumaya

Super Deal 2 Milyar, Super Rekayasa?

ANTV bersimbiosis dengan STAR TV. Secara revolusioner statsiun TV ini melakukan pembenahan. Maka program-program unggulan diluncurkan. Berminat dengan kemilau dan bakat Farhan, mereka berani mengontrak secara ekslusif lelaki asal Bandung yang sebelumnya tumbuh subur di lading kreatif Trans TV, dengan nilai rupiah yang menjuntai. Namun program talk show yang dikomandani Farhan setiap malam itu hingga kini belum bisa dikatakan sukses. Lalu, muncullah acara kuis Super Deal yang mempesona jutaan pemirsa karena nilai hadiahnya yang mencapai 2 milyar Rupiah. Siapa yang tak ingin ketiban rejeki sebanyak itu? Kali ini, Nico Siahaan yang berkesempatan membawakan acara. Untuk meningkatkan awareness public terhadap acara kuis Super Deal, baliho besar-besar dipasang nyaris di setiap perempatan jalan Jakarta, entah kalau di luar kota. Lalu secara mengejutkan, sepasukan guru yang menjadi peserta kuis tiba-tiba tampil dan berhasil mendapatkan uang senilai dua milyar! Fantastis