Skip to main content

Melayani Australia


Karena saya sudah pindah tempat tinggal, yang tadinya di bagian selatan Perth, sekarang di bagian utara Perth, sudah saya putuskan untuk berhenti bekerja sebagai pengantar buku telepon. Saya punya alasan karena jaraknya terlalu jauh, menghabiskan waktu dan bensin. Tapi si cantik Jane, supervisor saya, menawarkan agar saya bergabung dengan tim yang mengelola bagian utara Perth. Karena alasan saya memang karena jarak, saya terima tawaran itu dengan senang.

Setelah beberapa hari off karena sibuk di kampus, hari ini saya mulai lagi 'melayani' Australia. Hahaha. Hal sepele memang, sekedar mengantar buku telepon dari satu rumah ke rumah lain, dari satu kantor ke kantor lain. Tapi saya merasa menjadi manusia berguna bagi bangsa ini.

Biarpun pekerjaan sederhana, saya sangat menikmati dan betul-betul bisa belajar banyak tentang masyarakat Australia, khususnya di bagian barat benua ini. Misalnya, ternyata rumah-rumah di wilayah Victoria Park banyak yang memiliki panggung kayu. Para penghuni di sana, dengan santai memarkir kendaraan di pinggir jalan dengan jendela mobil terbuka. Hal ini membuat saya pun berani meninggalkan mobil dengan kunci tergantung, jendela terbuka, saat mendistribusikan buku. Padahal sebelumnya, begitu parkir, mobil langsung saya kunci. Keliling sebar buku, ke mobil lagi ambil buku, kunci lagi, pergi lagi... Lagian, mobil butut, siapa juga mau ambil?

Kali ini, saya menggarap wilayah Hillarys, bagian barat Perth. Dekat ke laut. Dari tempat saya menyebar buku, laut tampak dari kejauhan. Saya amati rumah-rumah bahkan tidak ada yang berpanggung. Karena kontur tanahnya berbukit-bukit, banyak dari mereka memiliki anak tangga di depan rumahnya. Penghuninya, ternyata kebanyakan aki-aki dan nini-nini. Jadi ketika siang tadi saya ke daerah itu, banyak dari mereka sedang bersantai atau beraktifitas di depan rumah menikmati usia pensiun mereka.

Saya tidak berharap akan seterusnya menjadi pengantar buku telepon. Berharap akan ada jenis pekerjaan lain yang datang setelah projek ini selesai. Biar bisa mempelajari Australia lebih dalam lagi.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.