Skip to main content

Pesan Buat yang Mau Kuliah di LN

Belum lama saya memberi nasihat kepada seorang sahabat yang tertarik untuk kuliah ke luar negeri. Belum apa-apa sudah sibuk membandingkan pendonor mana yang memberikan uang lebih banyak kepada mahasiswa. Pesan ini, bukan untuk mereka yang mau kuliah dengan uang orang tua sendiri.

Saya bilang, sebaiknya jangan dulu mengkuatirkan apakah uang yang akan diterima cukup untuk hidup layak atau tidak. Hal yang terpenting dilakukan adalah:
- Tulis dulu proposal penelitian
- Cari supervisor di universitas mana pun di negara yang kita mau
- Daftar secara resmi ke universitas yang kita mau, jika supervisor sudah dapat
- Cari supervisor dan daftar juga di universitas lain, sebagai cadangan supaya kita punya pilihan
- Pastikan punya skor IELTS yang memadai sesuai dengan syarat yang diminta oleh universitas yang kita mau. Jika skor masih kurang, cepat-cepat ambil tindakan. Apakah perlu kursus atau bagaimana. Intinya, jangan buang waktu.
- Pastikan menderima surat penerimaan dari universitas yang kita lamar.

Setelah surat sakti itu di tangan, baru sibuk nyari pendonor. Semua proses bisa memakan waktu satu tahun, bahkan lebih. Apalagi jika berharap dari Dikti RI. Jadual terima, pengumuman, wawancara, pengumuman lagi, sering tidak jelas.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.