Skip to main content
Proposal sudah saya selesaikan, lagi. Semoga tidak ada lagi perombakan dari supervisor. Jika ada, mabok benar rasanya. Tinggal mungkin menunggu pemeriksaan dari departemen bahasa untuk memperbaiki tulisan saya agar sesuai dengan kaidah penulisan dalam bahasa Inggris yang baik dan benar.

Agar tidak suntuk benar, sementara saya tak punya kesibukan lain, saya alihkan perhatian saya untuk mengerjakan penelitian lain. Sudah menjadi kebiasaan, mereka ide, menulis, melacak jurnal dan menuangkannya jadi tulisan. Semoga bisa saya selesaikan sesuai target waktu yang saya buat. Biar saya bisa bangga dengan diri sendiri, bisa produktif untuk mengejar target 25 penelitian sesuai dengan 'proposal hidup'.

Ada dua kontes penulisan paper yang coba saya ikuti. Pertama, kontes yang diadakan PPIA-Australia. Saya sudah mengirimkan abstraknya. Tinggal menunggu pengumumannya. Kedua, kontes yang diadakan oleh LSPR. Waktunya hampir bersamaan. Pengennya bisa lolos ke babak terpenting. Namun jika pun tidak, saya percaya apa yang saya kerjakan tidak akan sia-sia. Banyak langkah yang bisa saya lakukan di luar kontes-kontesan itu. Yeah, minimal saya bisa berpartisipasi. Kelak saya bisa kirim naskah-naskah itu ke panitia conference atau jurnal. Sedap.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.