Skip to main content

Andai Saya Kapolri

Jika saya Kapolri, begitu kasus kaburnya Gayus terkuak, saya akan langsung bertindak, memimpin rapat, mengadakan penyelidikan:

1. Meminta kesaksian fotografer dan wartawan yang berhasil memotret Gayus di turnamen tenis di Bali beserta file foto digitalnya.
2. Karena wartawan tahu informasi adanya Gayus di turnamen itu dari penjual tiket, maka perlu juga meminta kesaksian dari orang itu.
3. Mengusahakan untuk mendapatkan semua rekaman yang dibuat oleh siapa pun sebanyak mungkin pada semua hari pertandingan untuk mengetahui dengan pasti dari kapan dan sampai kapan Gayus berada di turnamen tersebut dan mengumpulkan informasi orang-orang yang berada di sekitarnya. Termasuk meminta rekaman CCTV dari hotel tempat penyelenggaraan event tersebut.
4. Memeriksa daftar tamu hotel.
5. Memeriksa tagihan kartu kredit istri Gayus.
6. Mengumpulkan alibi Gayus dan istrinya, sesuai dengan pengakuan mereka dan cocokkan dengan informasi yang didapat dari orang lain.
7. Mengumpulkan informasi penumpang dari semua jenis usaha penerbangan komersil dan pribadi. Jika ternyata ada dalam daftar penumpang perusahaan penerbangan komersil, dipastikan bahwa dia menggunakan nama aseli. Jika palsu, mestinya petugas check in harus diperiksa. Adalah wajib penumpang domestik menunjukkan kartu identitas aseli kepada petugas sebagai bagian dari peraturan. Jika Gayus menggunakan identitas palsu, berarti ada kasus lain, yaitu pemalsuan kartu identitas. Siapa pun yang terlibat, harus ditindak.
8. Memeriksa CCTV bandara, baik yang di Jakarta maupun yang Bali.
9. Mengumpulkan informasi dari para penjaga rutan, penghuni rutan lain, dan dokter yang katanya memeriksa Gayus.
10. Karena ada rumor bahwa Gayus bertemu Aburizal Bakrie di Bali, maka sangat penting untuk menyelidiki alibi pengusaha dan politikus itu.
9. Menggelar sidang sesegera mungkin.
11. Menahan istri Gayus karena telah membuat pengakuan palsu dan berkonspirasi dalam kejahatan suaminya.
12. Saya buat target, sebelum tahun 2010 berakhir, kasus ini harus tuntas.

Kapolri harus siap mati untuk menuntaskan kasus ini. Atau hidup dengan menanggung malu seumur hidup. Saya yakin, betapa sulit perjuangan untuk mengungkap kasus ini sejelas-jelasnya karena akan bersinggungan dengan lobi-lobi politik dan negosiasi.

Karena ketidakcepatan reaksi Kapolri menindaki kasus ini, saya yakin bahwa SBY sudah salah memilih orang.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.