Skip to main content

Gnangara; Petualangan di Rural di Australia Barat

Menuju Gnangara
Salah satu lokasi yang harus saya survey hari ini adalah Gnangara, daerah perbukitan tandus bagian tengah Australia Barat. Beberapa minggu ini, saya mengunjungi pemukiman yang rapi dan ramai. Nah, sekarang giliran daerah rural. Saya tak pernah menyangka rupa dari Gnangara. Sempat terpikir: apakah ini perkampungan suku Aborigin?

Rumah pertama yang say kunjungi, sesuai dengan peta yang saya pegang, adalah sebuah rumah country dengan halaman luas, dengan pagar yang dialiri listrik lengkap dengan peringatan ada anjing galak. Tak ada bel. Saya melongo-longo berharap ada gerakan orang dari dalam rumah. Jarak rumah ke gerbang sekitar lima belas meter. "Hallo... hallooo..." Teriak saya berkali-kali. Ada seorang ibu menggapai. Sambil memperingatkan jangan masuk. Tak berapa lama, tiga anjing besar lari kencang ke arah saya sambil ribut menggonggong. Lalu tuan rumah muncul.

Rumah kedua, jauh masuk ke dalam tanah peternakan kuda. Saya terus menyetir masuk sekitar tiga ratus meter dari jalan, hingga akhirnya menemukan rumah. Seorang bapak menyambut, pun dua ekor anjing yang besar tapi untungnya tak galak. 

Jalan masuk sebuah farming house
Rumah ketiga, keempat, dan seterusnya, tak beda jauh keadaannya: jauh dari pinggir jalan, anjing, dan gersang. Malah lebih banyak rumah tak berpenghuni. Pada satu alamat, sebuah perkebunanan. Rumah pemilik sedang direnovasi. Saya menepi menemui seorang pekerja perempuan yang sedang mengendrai truk. Setelah sejumlah pertanyaan saya ajukan, saya berniat pamit. Sesuatu terjadi. Ban mobil melesak ke dalam pasir gurun. Makin lama saya usahakan untuk bisa keluar dari jebakan, malah makin dalam mobil terbenam. Untung saja si perempuan itu baik hati. Ia mengambil tali dan memasangkannya pada mobil saya. Seorang pekerja lain, pria, membantu. Akhirnya mobil butut saya selamat bisa diangkat.

Ada perasaan bergejolak ketika saya berkeliling mencari responden di rural kerontang ini. Seperti sedang menghadapi petualangan. Siang ini, sangat menyenangkan, meskipun hasil yang diharapkan tidak tercapai.

Mobil saya terjebak dalam pasir



Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.