Skip to main content

Semoga Dua Korea Tak Jadi Perang

Ternyata, hubungan satu dengan negara lain sangatlah rawan konflik, terutama jika bertetangga. Seperti Iran-Irak yang membuat yang memiliki sejarah panjang perang antar keduanya. Sekarang yang sedang dalam tahap menghangat adalah konflik dua Korea. Saya percaya setiap pemimpin paham mengenai kerugian-kerugian yang bakal dihadapi dari sebuah peperangan. Namun seringkali harga diri sebagai bangsa mengalahkan hitung-hitungan matematika kerugian perang.

Saya kagum dengan presiden SBY yang tidak terpancing untuk terkonfrontasi saat menghadapi Malaysia atas sejumlah kasus dengan negeri semenanjung ini. Iyalah, persoalan dalam negeri saja masih banyak yang tak terurus, ini lagi harus ditambah dengan perang yang tentunya akan menghabiskan energi, uang, dan sumber daya lain. 

Saya teringat dengan ajakan-ajakan dari sebagian masyarakat Indonesia yang menginginkan kita berseteru dengan Malaysia:  dari orang awam hingga anggota dewan. Menggelikan dan patut dikasihani orang-orang seperti itu. Mereka kira perang hal sederhana. Apa yang kita cari dari sebuah peperangan? Kemenangan? Percayalah, tak akan ada yang menang bagi pihak-pihak yang terlibat perang kecuali kekalahan. Kalah meredam ego terutama.

Semoga perang antara dua Korea tak terjadi. Semoga tak ada lagi perang di negara mana pun. Kita harus melihat perang sebagai tindakan orang frustasi yang tak mensyukuri hidup dan kehidupan. Hanya pemimpin egois dan rakyat pesimis yang melihat perang sebagai suatu hal yang penting untuk dilakukan.




Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.