Skip to main content

Portal Nasional: Mengenaskan 2

Menyambung tulisan sebelumnya, berikut hal-hal yang sepertinya perlu dibenahi dari Portal Nasional kita, www.indonesia.go.id. Saya membuka versi bahasa Inggris dan menemukan hal ajaib di sana:

8. Klik - Potential. Secara random, klik nama-nama provinsi yang tersedia. Gambaran umum, naskah ditulis dalam bahasa Indonesia. Jika memang demikian, tidak perlulah menyediakan versi bahasa asing. Naskah juga tidak disajikan secara apple to apple. Ada provinsi yang informasinya banyak, yang lain sedikit. Ada yang halamannya dihiasi warna-warna, yang lain polos. Pemalas.

9. Klik - Social and culture - Eastern Lesser Sundas Province. Ah, rasanya, ingin sekali berkenalan dengan para penulis naskah di portal ini. Saya berharap mereka akan konsisten dalam menggunakan istilah, ternyata tidak. Saya menemukan istilah bahasa Inggris kedua untuk Nusa Tenggara Barat =  East Nusa Tenggara. Lalu klik - Western Lesser Sundas. Semakin mendebarkan.

10. Klik - Law and regulations - UU. Mungkin tepat jika kita memberikan istilah 'pepesan kosong' untuk bagian ini, karena benar-benar kosong tanpa isi, tanpa penjelasan. UU, apa maksudnya? 'Pak Joko, tak uu?" Klik juga Perpu, Inpres, dan yang lainnya. Senasib. 

11. Klik - Cabinet - Minister of coordination. Saya tersedak tiba-tiba menemukan istilah 'Minister of united Indonesia'. Bulu roma saya malah berdiri ketika mendapati ternyata daftar menteri koordinator itu dimutakhirkan tanggal 28 Desember 2005! Coba klik juga daftar menteri lainnya. Saya baru ngeh kalau daftar itu masih berupa kabinet Indonesia Bersatu jilid 1! Berharap ini hanya mimpi.

12. Klik - Statement - President. Jika harus percaya pada portal ini, SBY rupanya berhenti  memberikan pernyataan sejak September 2009! Bahkan Oom Boediono tak pernah memerikan statement! Ini benar-benar fitnah.

Tarik nafas panjang. Saya teringat omongan istri saya untuk selalu ikhlas menghadapi kondisi sejelek apa pun. Karena kalau tidak ikhlas, bisa menimbulkan berbagai penyakit. Begitu, katanya, berkali-kali di telepon, setelah dia mendengarkan ceramah seorang ustadz.



Ikhlas, meskipun sebagai anak bangsa rasanya tidak rela memiliki portal sebegitu ala kadarnya. Ikhlas... Iya, dari pada saya jatuh sakit, mending saya sudahi dulu mengkritisi Portal Nasional bangsa kita tercinta ini. Namun sebelum ditutup, saya ingin memastikan, sebaiknya, portal dikelola oleh satu departemen saja. Terserah, mau Sekretariat Negara atau Menkominfo. Biar tidak saling tunjuk. Biar kalau bagus, jelas ditujukan kepada siapa komplimen-nya. Kalau jelek, jelas juga ditujukan kepada siapa omelannya.

Eh, jangan-jangan ini portal buatan orang iseng yang kemudian kehilangan mood untuk meneruskan meng-up date?

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.