Skip to main content

"We Minds Can Meet If We're Connected"

Tweet Tifatul yang menghebohkan
Seorang presiden mungkin tak perlu pintar. Tapi, menteri itu harus, maka dia dibilang pembantu presiden. Entah apa yang menimpa Menfofinfo kita, tapi beberapa kali beliau jadi bulan-bulanan netizen karena pendapat, tindakan, dan keputusannya. 

Suatu ketika Pak Menteri membuat tweet (istilah status pada Twitter) bahwa bencana alam adalah azab dari Allah. Kitab suci memang menyebutkan itu, namun dengan kapasitas dia sebagai pejabat pemerintah, rasanya tidak pantas membahas hal demikian di forum nasional, bahkan dunia. Kecuali ketika dia bicara di atas mimbar mesjid ketika audien terbatas dan homogen. Dan bukan sebagai pejabat publik.

Kali lain, beliau mengancam menutup Black Berry karena pengguna masih bisa mengakses pornografi. Komentar saya: menghilangkan satu kutil di tubuh, segelas Baygon diminum. Pengguna BB itu, karena tidak murah, pastilah kalangan menengah dan atas. Mereka, jika memang perlu melihat pornografi, akan membuka laptop, bukan download pake BB yang monitornya sangat terbatas. Karena feature-nya yang memang hebat, BB tidak lagi sekedar untuk berkomunikasi harian antar teman, saudara, rekan bisnis. Tapi benar-benar untuk bisnis, menjalankan usaha. 

Ada sejumlah tuntutan yang diajukan pihak kementrian terhadap BB. Pria ini menyebarkannya lewat Twitter, tidak lewat press release atau press conference atau lewat juru bicaranya. Hal yang tidak dilakukan secara protokoler umum lembaga profesional. Entahlah. Sangat menggelisahkan memang.

Terakhir, ketika mantan pejabat PKS ini membuat kekeliruan grammar: "We Minds Can Meet If We're Connected"Saya benar-benar mengucek mata menemukan sesuatu yang ganjil dalam kalimat itu. Lalu saya menyortir nama account beliau untuk mencari tahu apa saja yang diungkapkan oleh para Tweep. Hasilnya sangat mencengangkan dan menggelikan. Luar biasa: sedih rasanya punya seorang wakil negara yang menjadi bahan lelucon.

Saya tak paham psikologi, tapi saya merasa memang ada yang aneh dengan bapak menteri ini. Cari perhatian? Bisa jadi. Dia membiarkan dirinya didjolimi, berharap mendapatkan simpati lebih dari sebagian masyarakat yang lain. Sudah beberapa kali kejadian di tanah air, orang yang terdjolimi justeru memenangkan pertarungan. Misalnya, SBY yang pernah direndahkan oleh Megawati. Masyarakat malah antipati sama Ibu itu dan berbalik menyayangi SBY hingga beliau menang jadi presiden. 

Semoga tak ada lagi dosa di antara kita, saya usulkan agar Pak Tifatul Sembiring menutup account Twitter-nya. Kecuali berjanji, sangat berjanji, untuk menjadi manusia super normal saja. Demi umat.


Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.