Skip to main content

Yanchep National Park, Again

Untuk kedua kali, saya ke Yanchep National Park di bagian utara Joondalup, sekitar 18 menit berkendara. Kali ini untuk menemani seorang sahabat yang sedang mengumpulkan data untuk disertasi.

Jangan bandingkan koleksi tanaman yang ada di taman ini dengan koleksi taman nasional yang ada di Indonesia manapun karena tak banyak ragam yang dapat ditemui kecuali semak belukar. Tapi kita perlu belajar bagaimana orang-orang di sini mengelola taman dan memperlakukan para pengunjung. Alhasil, turis yang tak ada henti-hentinya mengalir.

Ada ratusan goa yang berserakan di taman nasional ini. Salah satunya yang paling jagoan adalah Crystal Cave. Turis tidak bisa sembarangan masuk, kecuali mengikuti jadual yang sudah diatur dan selalu akan ditemani seorang ranger yang sekaligus merangkap sebagai penjaga pintu masuk goa begitu jadual kunjungan tiba.

Dengan membayar $10 untuk dewasa dan $ untuk anak-anak, pembayaran dilakukan di loket utama ketika masuk taman nasional ini. Tidak terlihat pengunjung membayar ke ranger karena memang tidak diperbolehkan.

Setiap tur masuk goa, akan memakan waktu 45 menit.

Saya pernah menyusuri Buni Ayu, sebuah goa menakjubkan di Suka Bumi. Saya membayangkan goa ini dikelola secara baik oleh pemerintah setempat, saya rasa akan memakmurkan warga setempat, selain juga akan memberi pendapatan daerah.

Pintu masuk Crystal Cave, sebelah kiri kantor ranger

Pintu masuk goa

Pengunjung goa mengisi kuesioner

Sebagian pengunjung setelah masuk goa











Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.