Skip to main content

Mimpi Leher Saya Ditembak

Source: Alaska-in-picture.com


Setelah bubar pertemuan di rumah orang tua, saya pamit pulang. Seolah saya baru saja menerima amplop berisi uang dari seseorang dan memberikan sebagian untuk Ibu saya. Sambil terus menyetir, saya selipkan sisa uang dalam amplop di bawah jok mobil. Tak jauh dari rumah, saya berpapasan dengan salah seorang bibi yang lalu saya ajak menumpang.  

Dalam sepersekian detik (well, mimpi sering punya jalan cerita yang aneh), cerita berubah. Seseorang yang sebelumnya saya angkut bukan lagi berwujud bibi saya, tapi seorang pria yang sama sekali tak saya kenal dengan membawa tas besar. Saya seperti sedang dalam sebuah penyergapan penerima uang sogokan yang dilakukan KPK. Dari jarak jauh, saya melihat sejumlah mobil anggota KPK melakukan pengintaian. Terlihat juga anggota-anggota KPK yang mulai mendekat siap menyergap.

Lampu merah. Pria di samping saya mulai melihat gelagat kalau dia sedang diintai. Tanpa bisa saya prediksi, orang itu mengeluarkan senjata api dari dalam tasnya dan tiba-tiba menembak leher saya. Sebuah bolong tercipta dan darah mulai mengalir deras. Subhanallah? Innalillahi? Saya sibuk memilih doa pendek yang paling tepat. Akhirnya, menyadari bahwa mungkin nyawa saya tak lagi panjang, sambil menekankan jari ke lubang yang terus mengalirkan darah, saya bersyahadat. Sekarat...

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.