Skip to main content

Mengapa Artikel Kompas.com Banyak Dikomentari Pembacanya?

Sebagai orang Indonesia, tentu saya tak mau kehilangan informasi tentang keadaan tanah air. Lalu saya dengan setia membaca portal-portal asal tanah air, seperti misalnya Kompas.com dan Tempointeraktif.com. Mengikuti berita dari negeri sendiri membuat perasaan dan ikatan emosi saya terhadap Ibu Pertiwi tetap terjaga.

Selain berita yang disajikan, kadang saya juga melirik komentar dari para pembaca. Lalu saya membandingkan dengan yang terjadi pada artikel-artikel yang ditulis kedua portal berita online tersebut. Mengapa setiap artikel Kompas.com selalu dibanjiri komentar oleh para pembacanya sementara Tempointeraktif.com tidak? 

Setelah sekian lama mengamati, saya menduga bahwa kelompok pembaca kedua portal itu berbeda. Jelas jurnalisme Tempointeraktif.com lebih mendalam dan matang, lebih lengkap, cover both side, dan cerdas. Sementara Kompas.com, lebih menyerupai koran kuning. Dan kita tahu siapa pembaca koran kuning. Kompas.com seringkali menurunkan berita sepotong-sepotong yang provokatif, terkesan memihak, dan menggiring opini.

Kompas.com bukanlah Kompas. Jika pembaca tergolong memiliki sikap gampang menghakimi suatu masalah, maka memang akan senang membuat komentar di sana. Jika diamati lebih dalam, kalimat-kaliamat yang tertuang di sana pun bukanlah kalimat bernas yang memberi solusi. Cenderung menghujat dan seringkali tanpa akal sehat.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.