Suatu ketika di bulan November 2010, saya membuat satu keinginan: bepergian ke New York. Agak heran juga, padahal Amerika bukanlah negara yang ingin saya kunjungi sangat. Namun saat itu tiba-tiba saja ide itu terbersit. Karena tak mungkin pergi ke sana hanya sekedar untuk jalan-jalan, saya harus punya alasan cerdas, yaitu mengikuti sebuah konferensi ilmiah.
Mulailah saya berburu konferensi yang akan diselenggarakan tahun 2011 ini di kota New York, yang thema kegiatannya sesuai dengan topik penelitian saya. Ah, ada!
Saya memiliki sebuah draft penelitian tentang volunteerism dan social media. Pada paruh semester kedua tahun lalu, nama Tifatul Sembiring sangat populer di Twitter karena beberapa perilakunya yang agak abnormal. Misalnya, menyatakan bahwa bencana itu adalah azab dari Tuhan. Lain kalin dia bilang bahwa salaman dengan isteri Obama adalah hal yang keliru. Di waktu lain lagi, dia mengumumkan aturan akan mencekal Blackberry melalui Twitter dari pada press release di depan jurnalis mainstream media. Perhatian saya sedang tertuju pada Menteri dari PKS itu.
Begitu membaca info tentang conference yang berhubungan dengan social media, saya langsung membuat abstract. Hari itu juga dikirim.
Awal Januari, saya mendapat kabar bahwa abstract saya lolos. Gembira tapi bingung karena berarti saya harus mewujudkan abstract itu menjadi sebuah karya penelitian. Saya sedang sibuk dengan proposal riset PhD dan satu tulisan lain yang lolos untuk penerbitan. Namun dengan nekad, saya kerjakan juga. Alhamdulillah selesai.
Bingung jilid dua muncul. Ketika saya sedang mencari jalan untuk mendapat bantuan dari Dikti (Dirjen Pendidikan Tinggi), datang sebuah surat edaran bahwa dosen yang sedang melanjutkan pendidikan di luar negeri tidak boleh meminta bantuan kepada mereka. Nyuuuut. Saya langsung menciut. Heran juga dengan keputusan pemerintah ini. Katanya ingin mendorong iklim penelitian di Indonesia maju. Tapi setengah hati melakukannya. Mahasiswa S3 itu padahal sedang produktif melakukan penelitian. Jika tidak diberi rangsangan untuk terus meneliti dan aktif di konferensi internasional, malah bisa demotivated.
Ada peluang lain, saya ditawari grant dari kampus tempat saya kuliah di Australia ini. Eh, kendala kembali menghadang. Grant hanya bisa dilamar oleh mahasiswa tahun terakhir. Saya mengadu ke pihak fakultas tempat saya bekerja di Jakarta. Konon, saya akan diberi bantuan meskipun belum juga dapat kepastian.
Well, pantang surut langkah. Saya sudah ikhtiar sebegitu jauh, saya harus tetap berangkat meskipun harus dengan uang sendiri. Hmmm... dua puluh lima juta? Insyaallah, akan ada jalan. Semoga rezeki saya mengalir deras. Hari ini saya berencana membeli tiket pesawat dan pesan kamar termurah yang bisa saya beli. Yang penting bisa berangkat.
Bismillah. Nawaitu...
Comments