Skip to main content

Membedah "Rintihan Kuntilanak Perawan" - Bagian 1 & 2


Tak sengaja saya menemukan "Rintihan Pocong Perawan" di Youtube, bersambung-sambung komplit. Film  ini, entah siapa yang jadi editor. Agak lompat-lompat tak indah potongannya. Satu frame dengan yang lainnya tidak saling nyangkut. Penuh kejaiban yang bikin sakit mata. 

Sambil menunggu kantuk, saya tonton sambil menulis catatan daftar cacat film yang maunya horor tapi malah tak lucu. Mari kita menghakimi. Film ini dipotong menjadi tujuh bagian. Terima kasih kepada pihak yang meng-up load film ini sehingga kita bisa menontonnya dengan gratis. Dibintangi oleh si Geulis Angel Lelga dan Tera Patrik, si Tete Besar. 



Bagian 1.
Film dibuka dengan ucapan-ucapan terima kasih kepada orang-orang yang tak penting bagi penonton: nyonya ini, tuan ini, nyonya itu, tuan itu... Apa sebaiknya diletakkan di bagian belakang saja? Lalu nama-nama pemain tampil: Angel Lelga, Andreano Philip, Chaterine Wilson, Tera Patrick. Entah deal apa yang dilakukan si Ulet Keket hingga namanya lebih dulu muncul dibanding dengan si Tete Besar, padahal peran si Tete Besar lebih besar.

Lalu keganjilan demi keganjilan pun muncul. Misalnya, penulisan nama tidak konsisten. Production Manager: Evelyne hutagaol. Mestinya 'hutagaol' pakai kapital, biar bisa seragam dengan yang lain. Contoh lain, ketika si Geulis Angel Lelga mengambil dua gelas minuman dari bartender, warna minuman yang dibawa gelap. Tahu-tahu ketika toast dengan anggota band, warna minuman mendadak berwarna biru muda. Film berputar, bartender membuat dua gelas minuman berwarna gelap. Kedua gelas ini ditaruh di atas meja di depan si Ulet Keket. Ketika siap dikonsumsi, warna minuman berubah. Apa itu reaksi kimia?






Bagian 2.
Halusinasi yang dialami si Geulis dan penampakan-penampakan yang kerap muncul tidak jelas bersumber dari mana. Pun tidak menggiring atau berhubungan dengan apa pun.

Si Geulis ngadu ke si Botak, pacarnya. Sepulang clubbing, si Tete Besar jadi aneh. "Makan daging mentah, sayuran mentah..." Waduh, kayaknya ada adegan yang belum dibuat sehingga penonton tak tahu peristiwa aneh ini.

Btw, si Tete Besar kenapa acting-nya aneh begitu ya?

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.