Skip to main content

Membedah "Rintihan Kuntilanak Perawan" - Bagian 5 & 6

Menghakimi film "Rintihan Kuntilanak Perawan", dilanjutkan:


Bagian 5.
Si Culun mulai menggerayangi tubuh si Tete Besar. Saya menyangkan pemilihan actor yang tidak sepadan dengan tinggi badan si Tete Besar. Badan si Culun jadi tampak kerdil dibandingkan dengan badan si Tete Besar. Ternyata, si Tete Besar tak sudi dijamah-jamah. Ia mendorong si Culun hingga terpental dan menguber dia sambil memegang bor listrik. Atau bor berbaterei karena saya tak melihat ada kabel menjuntai. 

Di tempat lain, si Geulis dan si Botak memanfaatkan situasi ditinggal orang tua. Ketika sedang tertidur pulas, si Geulis tebangun karena ada tetesan air (atau darah) dari langit-langit. Dia teriak ketakutan. Dia tahu dari mana sumber ketakutannya itu. Tapi ketika ditenangkan oleh si Botak, si Geulis sama sekali tak melihat ke arah langit-langit. Acting gagal. 

Sudah pagi. Si Geulis masuk ke kamar si Tete Besar. Eh, ada dia tidur. Bukannya semalaman di cariin? Bla bla bla ngomong. Ada beberaoa clue yang janggal. Si Geulis bilang: "Gue mimpiin loe semalam." Lah, skenario yang salah apa si Geulis bohong? Dia tak mimpi tentang si Tete Besar 'kan? Lalu: "Ulet Keket, temen kantor loe nelpon gue..." E, eh. Bukannya yang bilang begitu ibunya? Script gagal. 

Mau lagi? Si Geulis ngomelin si Tete Besar: 
"... Loe tuh mahasiswa lulusan Amerika terbaik..." 
"Jangan bilang, kalo loe udah nyerahin virgin loe ke ... Keren's band..."



Bagian 6.
Lalu flashback. O..., si Tete Besar sedang bercerita. Empat orang anggota Keren's Band masuk ke rumah (masih bingung, rumah siapa ini?) yang dipakai oleh si Tete Besar menghabisi dua korbannya. "I was scared...". Cerita berlanjut. Tampak kaki perempuan berdiri mengangkat diikat. Tak terlihat siapa yang berdiri. Mungkin si Tete Besar. Anggota band itu sedang menjalankan ritual pesugihan yang membutuhkan darah perawan. Ketika paha perempuan itu dirobek pakai belati, tak ada perlawanan dari pemilik kaki. Seolah orang yang diikat berdiri itu pinsan. Tapi mengapa orang pinsan bisa berdiri? Lagian, kalau pinsan, mengapa dia bisa bilang takut... Maaf, yang dicari, dari perawan atau keperawanan? 

O... Tuhan. Beri hamba-Mu petunjuk...

Tiba-tiba secara gaib muncul aki-aki bersorban putih. Anak-anak band sudah tak terlihat. Aki-aki itu konon menyembuhkan luka si Tete Besar. Tak jelas bagaimana menyembuhkannya.

Ulet Keket, temen kantor si Tete Besar bertamu, diterima si Geulis. Katanya si Tete Besar sudah sering bolos. "... kalau samapi dia melakukan ini lagi, dia akan mendapatkan Surat Panggilan pertama". Eh, memangnya sedang berkasus di pengadilan pakai Surat Panggilan pertama segala? Apa maksudnya Surat Peringatan, ya? 

Belum puas? Ada lagi kalimat yang aneh. "Ini nomor telepon gue. Kalau ada apa-apa, tolong telepon gue, ye..." kata si Geulis ke Ulat Keket. Simpang siur, euy. Di awal dibilang kalau si Ulet Keket sudah pernah menelpon ibu si Geulis. Terus si Geulis juga bilang kalau dia pernah ditelpon. Mengapa sekarang dia ngasih nomor telepon lagi ke si Ulet Keket?

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.