Saat ini sedang ramai dipergunjingkan kunjungan kerja anggota dewan ke berbagai pelosok bumi. Semua komentar bernada sama: negatif. Sebetulnya, studi banding ke luar negeri itu perlu apa tidak, ya? Alasan anggota dewan bepergian ke luar negeri, biasanya setelah mereka membuat draft undang-undang. Untung mengesahkannya, lalu mereka melakukan studi banding. Entah benar ada pengaruhnya, apa sekedar akal-akalan. Wallahualam.
Ketika umur saya masih muda, saya sudah sering melakukan kunjungan ke beberapa negara. Betul, dari sana saya seperti memiliki catatan tentang hal-hal menarik yang mungkin bisa menginspirasi untuk melakukan perubahan di dalam negeri. Saya bisa merasakan empati perbedaan itu karena saya naik subway, jalan kaki, tidur di backpacker hotel, dan membeli makanan termurah yang ada di kota-kota tujuan. Di mana saya bisa banyak berinteraksi dan mencicipi the real taste of the destinations. Mungkin akan beda jika saya tidur di hotel berbintang dan kemana-mana menggunakan shuttle bus.
Seminggu di Australia, saya bisa membuat daftar panjang keburukan manajemen museum di Jakarta setelah saya mengunjungi satu saja museum di Perth. Dua minggu di Inggris, daftar kebusukan sistem transportasi di tanah air tambah panjang saya buat.
Saya tak mau berburuk sangka dengan anggota dewan yang ngotot ke luar negeri untuk 'belajar'. Tapi memang agak sulit untuk mengatakan dukungan terhadap mereka jika cara yang mereka lakukan selama ini terus diterapkan. Idealnya, kunjungan dilakukan justeru sebelum rancangan undang-undang dibuat. Rancangan itu, harus memiliki dasar bahwa memang undang-undang tersebut betul dibutuhkan. Setelah belajar dari luar negeri, jika memang sungguh diperlukan, diskusikan dengan pihak-pihak terkait. Misalnya, ada satu komisi yang ingin bicara kemiskinan, mereka harus bicara dengan orang miskin yang dijadikan subjek undang-undang, termasuk dengan dinas terkait. Tapi juga tak perlu berbondong-bondong dengan angpau setebal kitab suci. Kebanyakan uang yang dibawa, malah kerja tidak konsentrasi karena akan sibuk memikirkan rencana belanja.
So, studi banding perlu. Tapi benar-benar untuk studi, karena ini akan mencerdaskan. Dan hasilnya dijanjikan transparan dan nyata. Tapi selama ini, kita tak pernah menyaksikan hasil yang benar-benar nyata yang dihasilkan oleh anggota dewan dari hasil kunjungan mereka ke luar negeri, kan? Maka, studi banding memang perlu. Tapi bukan untuk anggota dewan. Maaf, ini hanya untuk para pemikir dan pekerja. Bukan buat mereka yang sekedar cari untung dan aji mumpung.
Comments