Mendekati pertengahan bulan Ramadhan. Bukan bulan puasa biasa bagi saya, sejak saya bekerja di lapangan dari pagi sampe sore yang tentu saja banyak mengandalkan fisik. Terutama karena saya juga harus banyak bicara dengan orang-orang yang sering kali bikin cepat haus. Bersyukur karena winter, cuaca jadi tidak terlalu memberatkan. Insyaallah semua lancar.
Bulan puasa kedua di Australia ini pun terasa beda karena anak dan istri ikut mendampingi. Semoga mereka bisa bertahan hingga saya bisa menyelesaikan kuliah kelak.
Jika anak dan istri saya bisa berada di sini, saya percaya itu karena buah dari doa-doa saya selama ini. Saya bermohon kepada Tuhan agar diijinkan untuk menghadirkan mereka menemani saya. Namun begitu, saya tetap memberi keleluasaan buat mereka, terutama isteri saya, untuk memilih apakah tetap mendampingi saya suaminya atau mendampingi entah siapa di Jakarta yang bukan suaminya. Saya tak akan menghakimi apa-apa jika pun isteri saya sewaktu-waktu ingin pulang karena dengan sejumlah alasan tidak mau tinggal di Australia. Saya tidak mungkin mengekang seseorang demi ambisi saya sementara yang bersangkutan merasa tidak bebas, sekalipun dia isteri saya.
Kabar baik di bulan baik. Selasa lalu, saya dibuat melonjak kegirangan ketika diberitahu oleh istri jika dia positif hamil. Yes, yes, yes. Maunya segera menghubungi keluarga untuk memberitakan kabar bahagia ini. Namun isteri menahan karena terlalu dini, katanya. Baiklah. Saya memang punya keinginan memiliki anak lagi. Yeah, keinginan yang santai, yang jika diberi kesempatan oleh Sang Pemberi Kesempatan akan saya terima, jika tidak pun, bukan persoalan.
Dua hari kemudian, saya ajak isteri bertemu dokter untuk berkonsultasi. Terutama karena ditemukan flek-flek darah yang mengkuatirkan. Dokter bilang tak apa-apa. Dia menyarankan juga agar kami melakukan ultrasound check kemudian harinya. Petugas yang melakukan pemeriksaan kehamilan tak terlalu banyak memberikan informasi karena pada minggu keenam kehamilan, belum banyak perkembangan pada janin yang bisa diceritakan. Hasil tes masih belum jelas.
Lalu sehari kemudian, isteri saya membawa berita lain. Banyak darah keluar dan reaksi yang terasa pada tubuhnya berubah. Seolah si janin sudah pergi. Hmmm. Saya berharap tidak seperti itu. Semoga masih ada janin dalam rahimnya dan terus bertumbuh untuk menjadi bayi yang sehat dan sempurna. Namun, tentu saja yang pasrahkan segalanya pada Sang Pemberi Hidup.
Ah, semoga isteri saya penuh antusias untuk memiliki anak kedua ini, melupakan trauma-trauma dia selama dan pasca kehamilan pertamanya. Semoga Tuhan bersama kami, memberkati, dan mengijinkan.
Comments