Skip to main content

Fraud: Omar Hasan

[Email dari orang iseng yang masuk ke Yahoo Spam Folder saya]

Message Body Dear Beloved,

As you read this, I dont want you to feel sorry for me, because, I believe everyone will die someday. My name is Omar Hasan a merchant in Dubai, in the U.A.E.I have been diagnosed with Esophageal cancer. It has defiled all forms of medical treatment, and right now I have only about a few months to live, according to medical experts. I have not particularly lived my life so well, as I never really cared or anyone (not even myself) but my business.

Now that God has called me, I have willed and given most of my property and assets to my immediate and extended family members as well as a few close friends. I want Allah to be merciful to me and accept my soul so, I have decided to give also to charity organizations, as I want this to be one of the last good deeds I do on earth. So far, I have distributed money to some charity organizations in the U.A.E, Algeria and Malaysia. Now that my health has deteriorated so badly, I cannot do this myself anymore. I once asked members of my family to close one of my accounts and distribute the money which I have there to charity Organization in Bulgaria and Pakistan , they refused and kept the money to themselves. Hence, I do not trust them anymore, as they seem not to be contended with what I have left for them.

The last of my money which no one knows of is the huge cash deposit of Thirty Five million dollars $35,000,000,00 that I have with a financial Security Firm abroad. I will want you to help me collect this deposit and dispatched it to charity organizations. I have set aside 35% for your time and service. Please reply me with honesty as soon as you receive this mail.



Regards,

Omar hasan

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.