Skip to main content

Feel Like A Betrayal

As usual, I brought my son Basil to my office. As a PhD student, I am eligible to have my personal desk with a computer and internet connection, 24 hours, Monday to Sunday. There are a dozen desks and computers for a dozen PhD students, but only a half are occupied completely and the rest are free since the rest of students choose to study at home.

Each time Basil comes, I always drag him to the nearest desk to mine. Even Basil thinks that that desk belongs to him.

But yesterday, things change. He isn't allowed to use that computer anymore. The student coordinator has blocked the access and sent me note not to occupy that desk. Gee.

Yesterday was a deadline to hand in a 1000 words story behind my thesis writing background. A publisher is looking for articles and my research supervisor badly wants me to write one.

I was blessed. Basil was just so nice. I holded him in my arms while typing. And I was so lucky because my ideas flow like a river in heaven. And, Basil fell asleep. He got up just right after I finish my last paragraph. Thank God.

Last night, something was disturbing me. I assumed someone complained to the student coordinator. Somebody dislikes him being around. Blame me for this. I know it's too risky bringing a todler to an office while the habitants come for studying. I am selfish. But, can she or he talk to me instead? I feel like I am betrayed.

While I keep assuming who is the actor, God shows me how people around act. Some treat Basil happyly-giving, lending toys. Some just act like normal. Easy to point, who acts an anti-kid behaviour.

Again, I am selfish. I should consider my colleagues' rights. They need to have a calm tidy environtment to work. I should stop taking my son in.

I have no option for time being. I, have no option. I hope, after the kindie commences, the problem will face an end.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.