Skip to main content

From 'I Amsterdam' with A Lie





People, you should be shocked by what I've found just a few seconds ago. Check this. Please observe the pictures, particularly the first and the second ones. And read the captions as well. Then, you may check this link  and this link out.What do you see?Are you thinking what I am thinking? 

Well, if you haven't been made aware, you should remember a twitwar between Marissa Haque, a politician and artist and Dee Dee Kartika, a new comer singer. Forget about Marissa, let's spot on the second woman. She, according to her company website and online profiles, admitted that she graduated from Universiteit of Amsterdam. People around the planet started to believe that she did, but not all. There was a scholar from Leiden, wondering. He commenced investigating and found that there wasn't any student named as her name on the list of students or alumni. Weird. Even she mentioned that she is doing post doctoral too. 

Suddently, this woman changed her profile. On Twitter, Facebook, website, and LinkedIn. You may not find any evidence for that fraud. She could change everything under her control, but not everything. On Myplace her trace remains. Also, on every university websites she has registered as a lecturer, such as Budi Luhur's and Paramadina's.

Another scholar, from Singapore, responded this issue. He asked simple things like weather in Amsterdam where the woman lived, at that day. She described, snow's falling. It was a kind of joke of the year because there wasn't snow in the Netherlands yet! She even uploaded some pictures showing falling snow to ensure people. Just to impress people that she was true in Amsterdam!

I knew it. I knew that she lied. And today, I can show the truth. Do you think it would stop her telling lies with other stories? I don't think so. Lies have chosen her to be their partners I believe. You can see, she told media her very own story when no one still believes.







Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.