Skip to main content

FPI, Lady Gaga, dan Lucifer




FPI tak henti-hentinya menunjukkan sebagai organisasi dengan cedera otak tingkat tinggi. Setelah dengan sangat memalukan mendemo orang-orang yang sedang menuntut ilmu di Salirara, Jakarta, dengan menggunakan alasan asal, berikutnya dengan galak menolak konser Lady Gaga. Pun dengan alasan tak masuk akal. 

Tokoh FPI percaya bahwa Lady Gaga penganut aliran Lucifer, penyembah setan, orang-orang yang telah menjual jiwanya kepada setan, demi mendapat kedigjayaan di bumi. Itu mengapa organisasi yang bermarkas di Tanah Abang itu keukeuh untuk menolah penyanyi Amerika ini tampil di Indonesia. Rada aneh alasan preman berjubah ini. Sebelumnya, mereka bilang, Lady Gaga tak layak tampil di tanah air karena sering menggunakan busana minim di panggung. Tak perlu repot berdemo kalau begitu, tinggal kirim surat ke penyelenggara acara saja untuk menyarankan agar si artis berbusana tertutup.

Sekarang alasannya bertambah: karena Lady Gaga penyembah setan. Saya sudah mengetahui berita ini sejak dulu. Pasti FPI baru saja menemukan video di Youtube tentang nama-nama sederet pesohor Amerika penganut Lucifer. Mulai dari Rihanna, Simon Cowell, Adam Lambert, Beyonce, Michael Jackson hingga Barrack Obama!

Bagaimana mungkin ada orang yang begitu saja mudah menuduh kalau seseorang penyembah setan hanya karena ketika difoto, matanya tertutup satu? Tangannya mengacungkan dua jari telunjuk dan kelingking? Jika bisa begitu, kita bisa saja tuduh Foke yang mengacungkan jari tengah sebagai tokoh sumpah serapah atau penganjur seks bebas. 

Hati-hati, loh. Menuduh orang menyembah setan, itu tuduhan berbahaya. Fitnah yang sangat keji. Terutama Lady Gaga, jika benar dia telah berkonspirasi dengan setan untuk segala kemakmuran hidupnya, dia tak mungkin membawa nama Jesus Crist dalam lagu-lagunya, misalnya dalam lagu berjudul 'You and I':
There's only three men that I'ma serve my whole life
It's my daddy and Nebraska and Jesus Christ


Jika benar, ini jika benar, Ladi Gaga penganut Lucifer, So what? Apa peduli kita? Apa peduli FPI? Mereka tak tahu apa yang dilakukan oleh banyak orang Indonesia ketika pergi ke kuburan, ke gunung-gunung, ke dukun? Mereka minta bantuan setan untuk melengkapi keinginan mereka! 

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.