Skip to main content

Akhirnya dapat kamar sewa di Sydney

Add caption

Saya baru dapat balasan email beberapa jam setelah saya booking kamar hotel. Beberapa hari sebelumnya, saya sempat menghubungi sejumlah pemasang iklan di Gumtree.com, yang mengiklankan rumah, apartemen atau kamar mereka untuk jangka pendek. Saya pikir, sewa kamar yang berpenghuni akan jauh lebih murah dari pada sewa kamar hotel.

Untungnya, tak terlalu terlambat email saya dibales. Seorang pemasang iklan bersedia menerima saya dan keluarga. Untuk sepuluh hari, total saya hanya mengeluarkan uang $300. Bandingkan dengan kamar hotel yang saya pesan sebelumnya: $750! Selisih $400 untuk fakir miskin seperti saya sungguh sangat berarti. 

Lewat google map, saya bisa melacak rumah yang akan saya tempati itu. Well, bagus juga. Dan katanya, tak begitu juga dari kampus UTS tempat saya kursus nanti. Syukurlah. 

Comments

Anonymous said…
Hai hai. Selamat ya udah dapet sewa rumah yang cocok. Mau nanya nih. Kalo sewa kamar atau rumah di sanam biasanya udah termasuk beberapa furniture basic nggak? thanks yaa -Rosa
Anatomi Angin said…
hi rosa. saya sewa cuma buat liburan doang. lumayan bisa hemat sangat banyak. itu rumah lengkap banget. jadi ga perlu risau dengan segala macam furniture. dan lebih hommy dibandingkan hotel.

coba cek gumtree.com. saya dapt info dari sini.

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.