Skip to main content

Simsalabim!

Akhirnya, pagi ini satu aplikasi untuk menyewa sebuah apartemen ke sebuah property agent saya email, setelah kemarin saya dan keluarga melihat apartemen tersebut. Mudah-mudahan aplikasi ini dikabulkan meskipun bersaing dengan para pelamar lain. Saya benar-benar butuh tempat tinggal segera sebelum tanggal 15 Maret, supaya begitu kontrak sewa dengan property agent untuk apartemen yang saya tempati sekarang selesai, saya dan keluarga tenang karena jelas harus pindah ke mana.

Agak mepet sebetulnya. Sangat beresiko. Tapi bukan karena karena selama ini diam. Selain karena sibuk dengan tetek-bengek thesis dan mengurus perpanjangan visa, mencari rumah sewa tidaklah mudah. Pertama yang harus diperhatikan adalah lokasi, agar tidak jauh dari stasiun. Alasannya, karena istri saya bekerja di kota naik kereta. Selain itu, karena saya kerja pagi, baru sampai rumah sekitar jam 7.15, dan sepuluh menit kemudian isteri saya harus segera berangkat. Giliran saya mengurus anak-anak: mengantar Basil sekolah dan menjaga Barley. Kedua, mencari property agent dan pemilik rumah yang tidak nyinyir bagi penyewa yang membawa anak kecil. Ketiga. harga. Keempat, jumlah kamar harus minimal dua.

Masih terus berdoa semoga apartemen yang saya lamar bisa saya dapatkan. Namun begitu, besok Senin saya masih memiliki jadual untuk melihat rumah atau apartemen sewa, jaga-jaga jika lamaran yang saya kirim ditolak. Jika, semua usaha mentok, saya dan isteri sudah punya rencana cadangan. Ada seorang perempuan Australia yang bersedia menampung untuk kondisi darurat. Misalnya, jika hingga tanggal 15 Maret saya belum juga dapat rumah sewa, saya boleh tinggal di rumahnya. Tapi tidak untuk jangka waktu lama, katanya. Saya maklum tanpa perlu bertanya alasannya kenapa. Alternatif lain, saya dan keluarga akan tinggal di sana hingga thesis selesai sempurna dan diserahkan ke pihak kampus. Lalu, tinggal pesan tiket. Namun alternatif kedua ini belum dibicarakan dengan si bule baik hati itu.

Apapun kejadiannya, saya sudah siap: tinggal lebih lama di Australia hingga mendapat feedback dari para reviewers maupun langsung pulang begitu thesis diserahkna. 




Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.