Skip to main content

April Deadlines

Banyak deadlines April ini:

Tiga proposal yang saya tulis dengan rekan-rekan dosen lain untuk mendapatkan hibah penelitian/pengabdian/buku ajar tingkat fakultas, alhamdulillah lolos awal bulan ini. Satu skripsi mahasiswa bimbingan saya selesai saya tulis ulang untuk menjadi paper, terkirim ke sebuah panitia konferensi internasional di Paris, dan telah diterima. Satu skripsi lagi sedang dalam proses penulisan untuk konferensi yang sama, diharapkan selesai dan terkirim maksimum 20 April. Insyaallah, Juni saya ke Paris. Yeay!

Selanjutnya, saya masih berkutat untuk menyelesaikan proposal hibah pengabdian tingkat nasional. Harus selesai akhir April. Satu proposal lain untuk hibah penelitian tingkat universitas/nasional (belum saya putuskan) sudah selesai. Tinggal menambah beberapa informasi kecil sebelum saya submit ke panitia.

Satu lagi, ada satu paper yang harus selesai akhir April ini. Paper ini sudah lolos seleksi untuk diterbitkan dalam sebuah jurnal internasional. Jadi, jangan sampai tak selesai. Namun, menyadari beberapa keterbatasan, saya segera menghubungi panitia untuk minta perpanjangan waktu. Alhamdulillah disetujui. Dapat tambahan waktu dua minggu.

Exciting. Salah satu kerepotan dan keceriaan sebagai sebagai dosen: berburu hibah. Tentu saja bukan hanya uang yang saya kejar, tapi juga kesempatan untuk terus berkarya. Dari karya itu, saya bisa mengumpulkan kredit untuk naik pangkat, memperbagus portfolio, dan memiliki kesempatan untuk traveling ke luar negeri. Semuanya halal.

Namun demikian, tentu saja harus bekerja super keras untuk dapat menyelesaikan setiap pekerjaan di atas. Dan dukungan dari isteri tersayang, agar saya bisa fokus bekerja. Insyaallah semua usaha ini diberkahi sehingga semua bisa lancar dan selesai tepat waktu,.


Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.