Saya mendengar sebuah cerita nyata. Seorang perempuan, mengunjungi kantor adik iparnya, dengan suaminya, anak-anaknya, dan adiknya. Ia terkagum-kagum dengan suasana kantor adik ipanya itu. Tak ia sangka, adik iparnya yang bekerja di sebuah kantor pemerintah itu terlihat rapi dan bagus. Ia cerita sendiri ke adiknya.
Keesokan harinya, perempuan ini mendatangi adiknya. Ia bilang, kalo kantor adik ipanya bagus, karena si adik ipar dan seluruh orang sekantor memilih Jokowi. Kesimpulan dia, kantor adik iparnya mendapat bantuan dana yang besar dari Jokowi. Ehm.Tak cukup sekali, si perempuan itu mendatangi kediaman adiknya berkali-kali pada hari-hari berikutnya untuk membicarakan hal yang sama. Si adik dari perempuan itu marah. Ngok.
Lebaran lalu, si perempuan ini mengunjungi rumah tantenya. Pada suatu kesempatan ia membahas bagaimana Jokowi begini-begini. Dia bilang, jika umat Islam seluruh Indonesia bersatu, Jokowi tak akan terpilih. Dan lain-lain, dan lain-lain. Di ujung percakapan, kedua perempuan itu berantem hebat saling berargumen.
Ada, orang-orang tertentu, seperti perempuan yang saya ceritakan di atas, kerasukan sesuatu. Loyalitas buta. Yakin untuk hal yang tidak jelas. Saya memilih Jokowi. Alhamdulillah dia menang. Sebelumnya, dua kali berturut-turut saya memilih SBY. Tapi tak membuat saya menuhankan mereka. Biasa saja. Mereka berbuat baik, saya senang. Bukan senang yang membabi buta. Saat kedua presiden ini membuat keputusan yang saya pikir tidak baik, saya juga jengkel. Tapi bukan jengkel yang membabi buta juta. Biasa saja.
Lucu, jika pemilu sudah berlalu lama, ada saja orang yang masih sakit hati dan tak rela move on karena tak bisa menerima kekalahan jagoannya. Helloo......?!
Comments