Skip to main content

Haters

Haters will hate. Para pembenci Jokowi tak henti-hentinya membuat dan menyebarkan berita negatif. Pembuat berita itu ada para pejabat, ada juga orang asal. Asal komen asal share. Kadang saya ikut terpancing untuk membela Jokowi. Rasanya tak rela seorang presiden dihujat sedemikian rupa. Bukan karena dia pilihan saya, tapi karena seharusnyalah kita menjunjung, menghormati, dan membantu pimpinan kita. Pemimpin bekerja untuk yang dipimpun.

Namun meskipun gelombang hujatan datang tiada henti, tak ada satu berita pun yang membuat Jokowi terusik. Apakah dia tak peduli? Bandingkan dengan Ahok. Siapa pun yang menyikut dia, akan dia sikut balik. Dua karakter yang berbeda. Kadang saya berharap, Jokowi sekali-sekali melawan.

Bagaimanapun, meskipun Jokowi diam, sebagai orang yang telah memilih dia, saya tidak kuatir. Saya yakin dia bekerja. Dia biarkan orang-orang yang menggonggong terus menggonggong. Dia bertindak saat seharusnya dia bertindak. Beda dengan suasana ketika Megawati memimpin. Rasanya gemas. Tidak banyak tindakan yang dia buat.

Well, andai Prabowo pada saat itu yang terpilih jadi presiden, akankah para pemilih Jokowi bakal rajin menghujatnya? Bisa ya, bisa tidak. Ketidakpuasan akan muncul, untuk segala tindakan yang tidak mengena di hati orang-orang yang bukan pemilihnya. Namun sebagaimana juga karakter orang bermacam-macam, maka ada saja yang kelak akan mengumbar kebencian.

So, menurut saya, kembali ke karakter manusia masing-masing. Ada yang senang berantem, ada yang senang damai. Ada yang pembenci, ada yang penyayang.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.