Skip to main content

To Be A Professor

Memasuki hari ketiga menunggu sejak saya mengirimkan sebuah email ke seorang profesor di sebuah universitas di Australia. Well, mungkin dia sedang ke luar kota atau sedang sibuk. Alasan saya menghubungi dia karena ingin mengajak yang bersangkutan untuk menjadi co-author untuk paper-paper yang sedang saya tulis, maupun utuk penelitian lain yang sedang saya persiapkan. Selain itu, juga meminta dia untuk jadi supervisor, untuk post doc program yang ingin saya lamar.

Empat taktik
Jadi, ada empat taktik yang ingin saya coba di tahun ini. Semoga sehat, ada waktu luang, dan mood tak berubah. Pertama, mencari coauthor; Kedua, melamar beasiswa post doc, sehingga jika lulus, saya bisa mulai fellowship tahun depan; Ketiga, berusaha menulis paper sendiri sebaik mungkin, baik penelitian sendiri, maupun penelitian skripsi mahasiswa, diterbitkan lewat jurnal-jurnal terindeks Scopus ber-impact factor rendah maupun dipresentasikan pada seminar-seminar yang tak harus mengeluarkan ongkos mahal; Keempat, menulis paper dalam bahasa Indonesia untuk dipublikasikan pada jurnal berbahasa Indonesia, dengan memanfaatkan data skripsi mahasiswa dan tentu saja memasukkan nama mahasiswa juga. 

Post-doc
Saya ingin sekali kembali melakukan perjalanan riset, menemui seseorang untuk berguru, supaya saya bisa menulis paper yang sangat baik sehingga bisa diterbitkan pada jurnal yang bereputasi baik juga. Meskipun saya seorang PhD, saya mengakui kalau saya tidak memiliki keahlian untuk menulis sebuah paper yang layak terbit pada jurnal bereputasi, seperti yang diinginkan oleh Dikti. Dulu, sewaktu kuliah S-3, meskipun di Australia, saya terlalu fokus menulis thesis mengingat beasiwa yang saya terima dibatasi cuma tiga tahun saja, sehingga tak punya kesempatan untuk melakukan hal lain. Selain itu juga karena tidak diijinkan oleh para pembimbing thesis. Ada untung ruginya. Untungnya, saya bisa selesaikan S-3 dalam tiga tahun, ruginya, saya tidak belajar membuat paper. Padahal untuk bisa menulis paper yang baik, diperlukan keahlian yang baik pula.

Goal 2020: Guru besar
Tentu saja, dengan terbitnya paper-paper saya kelak pada jurnal yang bereputasi baik, akan memudahkan jalan saya untuk menjadi seorang guru besar. Dua hingga tiga tahun ini adalah masa persiapan di mana saya harus mengumpulkan kredit sebanyak mungkin sesuai syarat minimum yang disyaratkan oleh Dikti. Maka itu, berbagai taktik harus dilakukan. Berdoa dan bekerja terus, sehingga insyaallah, tahun 2020 cita-cita bisa tercapai. Amin. 

Kembali ke niatan saya untuk mencari coauthor, ini akan terus saya lakukan sebagai salah satu upaya untuk mengangkat derajat saya. Haha. Agar saya menjadi peneliti yang diakui jagat internasional. Saat ini, masih similikitik yang bukan siapa-siapa. 

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.