Skip to main content

Ulama dan Wanita

AA Gym sempat semaput ketika kasus poligaminya menjadi berita besar di tanah air. Bisnisnya hancur. Pengikutnya bubar jalan. Namun seperti yang kita lihat bersama, pelan-pelan beliau melakukan recovery. Roda bisnisnya kembali berputar. Pengikutnya kembali banyak. 

Saat ini, ulama (atau orang yang mengaku ulama) yang sedang menghadapi kasus berkaitan dengan peran wanita adalah Habib Riziek. Percakapan mesum-nya dengan seorang wanita menjadi viral. Banyak yang percaya itu benar. Jika pengikutnya, yang kebanyakan pria, tentu saja akan berusaha tidak percaya. Dengan segala bukti yang ditemukan di rumah si wanita, rasanya sulit tidak mempercayai bahwa percakapan dan foto-foto itu tidak benar. Jika kedua belah pihak membantah, polisi atau pengadilan tinggal minta perusahaan provider untuk meminta transcript tersebut, dengan mudah. 

Jikapun transkrip itu dinyatakan benar, apakah pengikutnya akan percaya? Akankah masyarakat akan percaya? Mari kita pilah masyarakat ke dalam tiga kelompok: mereka yang mencintai habib, mereka yang membenci habib, dan mereka yang netral. Kedua kelompok terakhir rasanya akan percaya jika transkrip itu benar jika polisi dapat menunjukkan bukti-bukti pendukung. 

Masyarakat selalu meminta seorang tokoh untuk tetap bersih. Entah apa yang akan terjadi dengan si habib, pengikutnya, dan FPI di kemudian hari. Terlau naif jika kasus ini akan hilang begitu saja karena gertak dan ancaman dari mereka yang menakuti-nakuti akan berbuat onar jika si habib dipenjarakan, misalnya. 

Dan, kita akan melihat Indonesia tanpa FPI.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.