Skip to main content

Menjaga diri, menjaga lisan

Sehabis jam kantor, janji bertemu dengan seorang sahabat. Bicara dan mendengar banyak tentang A sampai Z, di sebuah cafe. Hal yang sudah lama sekali tidak  saya lakukan.

Lalu sebuah pembicaraan yang sarat makna. sepertinya penting sekali untuk saya jalankan: menjaga diri, menjaga lisan. Ketika saya tidak mungkin melakukan kriminalitas, tidak mengumbar cerita adalah bentuk lain dari menjaga diri. Katanya, jangan terpancing mencari dan memberi tahu tentang apa pun dan kepada siapa pun. Betul saya rasa. Banyak tahu, jadinya besar keinginan untuk banyak bercerita. Nah.

Lalu terdiam.  Mengamini untuk waspada. Sebuah peringatan. Lalu mengingat-ingat apa saja yang mungkin sudah saya lakukan. Kita berpikir teman, tapi bisa saja ia seorang lawan. Musuh dalam selimut. Setiap hari adalah perjuangan dan dalam setiap perjuangan, selalu saja ada pengkhianatan. Teman yang kita maksud itu bisa jadi berkhianat. Saya mendengar beberapa orang dekat saya yang jadi korban pengkhianatan.

Lalu merenung. Hidup tidak untuk bermusuhan. Tapi ada saja gegara. Diam saja dimusuhin, apalagi jika bertindak. Bertindak baik untuk menolong saja dimusuhin, apalagi berbuat jahat. Kita tidak bisa mengontrol semua orang untuk mengerti kita, menyetujui kita.

Lalu lainnya. Satu panggung tidak untuk dua bintang. Seseorang mungkin akan merasa tersaingi ketika saya tampil meskipun bukan maksud saya untuk begitu. Karena buruk sangka, karena kualitas hati, karena cemburu orang itu.

Lalu berdoa. Semoga Allah, mengingatkan saya untuk terus menjaga diri, tindakan dan lisan. Dan, menjauhkan saya dari orang-orang dzolim.

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.