Seminggu lalu, sejumlah mahasiswa mendatangi saya. Beberapa kelompok, beberapa kali. Saya sedikit memberikan klarifikasi mengenai beberapa kejadian yang menyeret nama saya di kampus, terutama di fakultas. Ada dua orang dosen yang rupanya tak berhenti nyinyir padahal saya tak pernah sedikit pun ingin bermasalah dengan mereka. Mahasiswa-mahasiswa yang setiap kali mendengar saya dibully oleh dosen-dosen ini, mulai jengah makanya mengadu ke saya. Saya tak mau tanggapi serius. Tak penting. Tapi saya buat catatan di sini.
Saya dibilang, lulusan Australia ecek-ecek. Yes, buat sebagian orang, kuliah S-3 di Australia mungkin hal biasa. Tapi bagi saya, ini perjuangan hidup dan mati, jungkir balik bagaimana bisa tetap fokus menyelesaikan studi dalam masa yang sesingkat-singkatnya. Bagi saya, kuliah di mana pun, itu urusan setiap orang yang menjalani. Saya tak merasa lebih baik dari mereka, dan saya tak merasa lebih rendah dari mereka. Melihat seseorang, tak dari mana dia kuliahnya. Setiap orang punya garis masing-masing, punya pengalaman hidup masing-masing, berharga bagi masing-masing. Saya tak bisa menginterupsi hidup mereka. Yes, saya lulusan Australia ecek-ecek dan yang tidak ecek-ecek bagi saya adalah mereka yang berkuliah di bulan. Saya kagum jika ada yang merendahkan saya seperti itu sementara ketika saya ketik namanya di Google Scholar, tak satu kalimat pun yang menyebutkan namanya.
Saya dibilang mengomersilkan karya ilmiah. Perlu diketahui, tidak semua dosen melakukan publikasi. Itu urusan mereka. Tapi ketika ada aturan dari Kementerian bahwa dosen-dosen dengan golongan tertentu harus memiliki publikasi pada jurnal internasional dan jika tidak mereka tidak akan menerima tunjangan, banyak pihak panik. Lalu saya diminta untuk turun tangan membantu. Saya bersedia selama, jika ada biaya yang harus dikeluarkan untuk publikasi tersebut, dosen-dosen yang saya bantu mau mengeluarkan uang. Mereka setuju. Ketika sekian paper sudah saya tulis, diterima di beberapa jurnal internasional, mereka mundur padahal saya sudah mentransfer biaya publikasi tersebut. Sudah berniat baik, dituduh cari untung padahal seluruh biaya publikasi tercantum semua di website.
Semester ini, saya membimbing 15 orang mahasiswa untuk penulisan skripsi. Saat sidang proposal skripsi, ke-15 mahasiswa ini dinyatakan tidak lulus semua. Katanya semua salah. Dan dia dengan tidak etis meninggalkan ruangan kelas. Saya menahan diri untuk tidak terpancing karena tentu saja, saya tak sendiri di ruangan itu. Banyak dosen dan banyak mahasiswa. Saya tahu sedang berhadapan dengan siapa. Saya merasa, orang yang paling terhina di ruangan itu adalah saya, karena saya tahu persis setiap proposal yang ditulis olah mahasiswa-mahasiswa saya itu karena setiap minggu saya mendampingi mereka. Terlebih, saya menerapkan sistem payung penelitian di mana semua mahasiswa melakukan topik yang sama. Hal ini sudah diterapkan oleh banyak dosen di belahan bumi mana pun. Karena ini semua, saya dilecehkan oleh orang yang satu kali pun belum pernah membuat publikasi karya ilmiah. Sangat menjijikan. Seseorang yang mengaku pernah mengenyam pendidikan di luar negeri, yang merasa jauh lebih pintar dari saya, tapi tak punya etika akademis sama sekali. Seseorang yang merasa semua orang harus sama pendapatnya dengan dia. Menyedihkan.
Dan aduan-aduan lain yang membuat saya merasa heran ada makhluk-makhluk manusia berhati bengkok seperti mereka.
Comments