Skip to main content

Press Conference - The Movement (1)


*UNDANGAN LIPUTAN PERS*


*Kepada* 
*Teman-teman jurnalis*
*Di*
*Tempat*



Pemberitaan persoalan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) kian meluas. Salah satu persoalan tersebut adalah Rektor UNJ melalui pengacaranya telah melaporkan sejumlah dosen ke Kepolisian untuk dimintai keterangan perihal dugaan pelanggaran pencemaran nama baik melalui media sosial. Laporan Rektor UNJ tersebut didasarkan atas tersebarnya info grafis anonim dari media sosial facebook dengan akun saveUNJ. Info grafis tersebut menyebutkan adanya dugaan praktik KKN yang dilakukan  oleh Rektor UNJ.



Hingga saat ini, sudah banyak dosen yang sebenarnya tidak mengetahui masalah tersebut harus berurusan dengan polisi sehingga meninggalkan tugas dan tanggung jawabnya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) hanya demi memenuhi panggilan kepolisian atas permintaan Rektornya sendiri. Namun demikian berdasarkan investigasi secara seksama kami menemukan fakta-fakta yang memperkuat persoalan Nepotisme di UNJ.



Untuk memperjelas perkara tersebut kami Aliansi Dosen UNJ Bersatu mengadukan persoalan tersebut ke *Ombudsmen Republik Indonesia*. 



Untuk itu kami mengundang teman-teman jurnalis untuk meliput langkah kami tersebut ke *Ombudsmen Republik Indonesia* pada :



*Hari / Tanggal : Senin, 4 September 2017* 
*Waktu               : Jam 13.15 s.d.selesai*
*Tempat             : Ombudsmen Republik Indonesia*
*Jl. HR Rasuna Said No.Kav. C19, RT.1/    RW.5, Karet* *Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan, DKI Jakarta* 



Demikian undangan peliputan ini kami sampaikan, atas kehadiran dan liputannya kami ucapkan terimakasih.



*Jakarta, 3 September 2017*
*Atas Nama Aliansi Dosen UNJ Bersatu*



*Robertus Robert ( 081388800819 )*
*Ubedilah Badrun ( 081213128972 )

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.