Skip to main content

Serangan Balik (2)


*Kepada Yth.*

*- Bapak Presiden Republik Indonesia*
*- Sivitas Akademika UNJ*
*- Seluruh Rakyat Indonesia*




*Dengan hormat,*



Sebelumnya, kami penulis mendoakan agar Bapak Presiden RI, Joko Widodo, agar senantiasa sehat dan berada dalam lindunga n Allah SWT. Doa yang sama penulis panjatkan kepada seluruh rakyat Indonesia. Kami penulis menyampaikan permintaan maaf karena surat ini penulis tujukan tanpa menunjukkan identitas sebenarnya. Niat penulis hanya ingin menyampaikan fakta dan argumentasi berkaitan dengan kasus yang terjadi di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), yang dahulu kita kenal sebagai IKIP Jakarta. Penulis bermukim di Jogjakarta dan merupakan alumni IKIP. 



Baru saja beberapa hari yang lalu, tepatnya 27 Okt 2017, beredar sebuah berita di situs berita online yang mengangkat isu kelanjutan kasus yang terjadi di Universitas Negeri Jakarta (UNJ). "Berita mendalam yang disajikan dalam rangkaian tulisan dengan mengulas satu topik secara menyeluruh". Begitulah kurang lebih definisi singkat menurut situs berita tersebut. Tulisan mengenai UNJ yang dibagi menjadi 4 tulisan ini harusnya mengulas lebih dalam suatu topik/kejadian. Namun penulis juga heran, berita yang katanya *indepth* ternyata pengkajiannya sangat dangkal. Dalam rangkaian tulisan tersebut terlalu banyak asumsi yang diutarakan, bukan fakta yang sebenarnya. Kalaupun itu fakta, hanya dituliskan secara biasa. Bahkan terkesan wartawan yang menuliskan itu bersikap lebih seperti "mata-mata" atau penguntit. Wartawan berita tersebut dengan nama *Mawa Kresna* dan *Arbi Sumandoyo* bersikap seperti wartawan yang cuma mencari sensasi saja. Situs berita yang masih ecek-ecek biasanya memang memiliki banyak wartawan dengan sifat demikian. Jenis oknum wartawan yang merusak reputasi wartawan lainnya yang berusaha menjaga etika jurnalistik. Jurnalis serabutan seperti Mawa Kresna dan Arbi Sumandoyo menulis asumsi yang ada di kepala mereka. Mungkin menulis saat mereka berhalusinasi.



Ada hal yang menarik dari apa yang mereka tulis yang ingin penulis sampaikan kepada Bapak Presiden RI, Joko Widodo. Pelaksana Harian (PLH) Rektor UNJ, Intan Ahmad dalam wawancaranya mengatakan *"saya akan menugaskan senat untuk meneliti ini (dugaan plagiarisme yang dilakukan oleh lima orang mahasiswa dari Sulawesi Tenggara (Sultra), red)*. Ketika penulis membaca berita tersebut, penulis kaget dan bertanya dalam hati: *Atas dasar apa Menristekdikti, Nasir, memberhentikan Djaali sebagai Rektor UNJ bulan September lalu jika memang PLH Rektor BARU AKAN meneliti dugaan plagiarisme di UNJ?* Seharusnya jika Djaali diberhentikan oleh Nasir, alasannya *sudah* sangat kuat dan terbukti. *Bukan cuma sekedar dugaan-dugaan atas hasil temuan yang belum terverifikasi kebenarannya.* Dari beberapa berita yang beredar sebelum dan setelah Djaali diberhentikan, penulis dapat merangkum situasi yang ada. Pada bulan September 2016, Tim EKA mendatangi UNJ untuk memeriksa dan mengevaluasi kegiatan akademik di UNJ, walaupun dari beberapa berita yang penulis dapatkan, kedatangan Tim EKA yang dipimpin oleh Supriadi Rustad sangat tendensius. Lalu bulan Januari 2017, hasil pemeriksaan Tim EKA keluar dan *"terpublikasi"* oleh Tim EKA sendiri. Oleh UNJ, karena adanya temuan Tim EKA tersebut, Rektor UNJ saat itu, Djaali, membentuk suatu tim dengan nama Tim Counterpart sesuai arahan Dirjen Kelembagaan, yang tugasnya lebih kurang melakukan pemeriksaan ulang terhadap hal yang sama yang diperiksa oleh Tim EKA, termasuk salah satunya adalah disertasi yang diduga plagiat oleh Tim EKA. Dari penjelasan Djaali pada video wawancara di Metro TV (http://video.metrotvnews.com/play/2017/09/27/764851/rektor-unj-penyelidikan-dugaan-plagiarisme-belum-selesai), Djaali menjelaskan bahwa hasil temuan Tim EKA dan Tim Counterpart sangat berbeda. Oleh karenanya, Menristekdikti, Nasir, memutuskan untuk membentuk Tim Independen untuk memeriksa dan membandingkan kembali hasil temuan Tim EKA dan hasil pemeriksaan Tim Counterpart. Dan sampai Djaali diberhentikan, hasil pemeriksaan Tim Independen tidak pernah disampaikan ke UNJ maupun ke Djaali. *Timbul sebuah pertanyaan BESAR: Jika PLH Rektor, Intan Ahmad, BARU AKAN menugaskan senat untuk meneliti dugaan plagiarisme di UNJ dan hasil pemeriksaan Tim Independen tidak pernah diketahui oleh UNJ dan Djaali, lalu mengapa Djaali diberhentikan?* Sungguh hal yang sangat aneh. Dan hal tersebut semakin membuktikan dugaan awal penulis: *Djaali diberhentikan bukan atas dasar kesalahan yang diduga dilakukannya, namun alasan politis yang aromanya semakin kental tercium.* 



*Intan Ahmad dan Perihalnya*
Intan Ahmad, seorang profesor dari Institut Teknologi Bandung (ITB) menjadi PLH Rektor UNJ. Sebenarnya siapa Intan Ahmad dan apa tugasnya di UNJ? Intan Ahmad saat ini menjabat Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti. Namun, ternyata Intan merupakan salah seorang calon Rektor yang *gagal* menjadi Rektor ITB di Tahun 2014 lalu (https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-2769708/ini-dia-3-calon-rektor-itb-periode-2014-2019?_ga=2.144265717.1731527160.1508944927-28583320.1463930858). Dia *dikalahkan* oleh Kadarsah Suryadi, yang menang pada pemilihan rektor ITB untuk periode 2015-2020 (https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-2777770/kadarsah-suryadi-terpilih-jadi-rektor-itb-2015-2020). Namun, nasib baik masih berpihak pada Intan. Intan bisa menjabat sebagai Dirjen Belmawa hingga umur 60 Tahun pada 1 Mei 2018 mendatang. 



Menjelang pemberhentian Djaali sebagai Rektor UNJ pada tanggal 25 September 2017 silam, beredar surat pemanggilan pemeriksaan oleh Kemenristekdikti atas nama Moch. Asmawi, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pascasarjana UNJ. Moch Asmawi dipanggil untuk diperiksa perihal dugaan pelanggaran PP 53 Tahun 2010 pasal 3 ayat (4) dan pasal 4 ayat (6). Moch Asmawi, menurut surat panggilan pemeriksaan tersebut, akan diperiksa oleh beberapa orang pejabat eselon 1 di Kemenristekdikti yaitu Ainun Naim (Sekjen), Intan Ahmad (Dirjen Belmawa), Ali Ghufron Mukti (Dirjen Sumber Daya), Jamal Wiwoho (Irjen), Patdono (Dirjen Kelembagaan) dan M Dimyati (Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan). Ada beberapa hal yang aneh yang penulis ingin laporkan ke Bapak Presiden RI, Joko Widodo. Hal yang menjadi aneh menurut penulis adalah:



1. Kualifikasi, kapasitas dan kompetensi apa yang dimiliki oleh keenam pejabat Eselon 1 pada surat tersebut untuk memeriksa seorang warga negara dengan tuduhan dugaan pelanggaran peraturan perundang-undangan. Bukankah itu kewenangan penyidik dan jaksa? Hemat penulis, jika memang Asmawi melakukan suatu pelanggaran, maka Asmawi bisa dipanggil untuk dimintai keterangan mengenai suatu hal. Bukan serta merta Asmawi dituduh melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan karena sesungguhnya jika seseorang diduga melakukan pelanggaran hukum, maka aparat penegak hukum-lah yang berhak untuk menyidik, menuntut dan memutuskan mengenai pelanggaran peraturan perundang-undangan.



2. Intan Ahmad merupakan salah satu "pemeriksa" dugaan pelanggaran peraturan perundangan-undangan, namun Intan Ahmad jugalah yang menjadi PLH Rektor. Asumsi kuat penulis, "tim pemeriksa" untuk Djaali pun adalah orang-orang sama. Sehingga penulis menyimpulkan bahwa kuat dugaan adanya suatu kejadian *terencana* yang terjadi secara *terstruktur dan sistematis* dalam kasus pemberhentian Djaali sebagai Rektor UNJ dan Asmawi sebagai Direktur Pascasarjana UNJ. Penulis tidak bisa berprasangka baik bahwa telah terjadi perilaku super subjektif pada diri Intan Ahmad selaku "pemeriksa" yang kemudian menjadi PLH Rektor UNJ. Apakah Intan Ahmad belum bisa membuang ambisinya untuk menjadi Rektor? *Gagal di ITB namun "berhasil" menjadi "Rektor" di UNJ.* Paling tidak akhirnya Intan pernah "berstatus" Rektor walaupun PLH. 



3. Pada berita yang penulis telah jelaskan pada surat kedua sebelumnya (https://news.detik.com/berita/d-3666428/ditunjuk-jadi-plh-rektor-intan-ahmad-bentuk-tim-benahi-unj?_ga=2.157529978.1731527160.1508944927-28583320.1463930858), Intan menegaskan: *"Sesuai dengan perintah Menristek Dikti, saya diperintahkan untuk menjadi pejabat pelaksana harian mulai 25 September 2017. Dengan tugas membenahi program pascasarjana, yang kedua adalah mengawal sampai bisa terpilihnya rektor baru UNJ".* Juga pada wawancara di situs berita https://tirto.id/plh-rektor-unj-kami-akan-cabut-gelar-dan-ijazah-plagiator-di-unj-cy8g, Intan kembali menegaskan *"Intinya yang saya lakukan, ada dua, terutama membenahi pascasarjana, khususnya program S3; dan kedua, mengawal sampai ada rektor baru".* Kedua tugas Intan ini adalah suatu hal yang cukup menarik untuk disimak lebih dalam. Yang pertama, mengapa ada tugas membenahi pascasarjana UNJ padahal sampai saat ini isu-isu plagiarisme yang beredar yang dijadikan alasan pemberhentian Djaali belum terbukti? *Intan BARU AKAN menugaskan senat untuk meneliti indikasi plagiarisme.* Yang kedua, mengapa Intan harus mengawal proses pemilihan rektor di UNJ? Apakah selama ini proses pemilihan rektor di UNJ tidak berjalan baik? Penulis menjadi berpikir, apakah isu politis yang sejak awal menjadi dugaan penulis adalah soal *Pemilihan Rektor?* Isu pembenahan Pascasarjana UNJ hanya menjadi *jalan masuk bagi Nasir dan Kemenristekdikti untuk "menguasai UNJ" dan memudahkan orang pilihan Menristekdikti untuk duduk sebagai Rektor UNJ.* 


Pada poin ketiga di atas mengenai pemilihan rektor, seperti yang diketahui, isu besar yang negatif yang sempat beredar di kalangan perguruan tinggi negeri adalah isu suap-menyuap kepada Kementerian yang sampai saat ini sulit untuk dibuktikan. Namun berbagai berita telah banyak menyatakannya, antara lain:


http://nasional.kompas.com/read/2016/09/20/18312351/menristek.dikti.bantah.tuduhan.ombudsman.soal.perdagangkan.jabatan.rektor



http://nasional.kompas.com/read/2016/10/29/17284201/ombudsman.pernah.ingatkan.menristek.soal.dugaan.korupsi.pemilihan.rektor



http://nasional.kompas.com/read/2016/09/20/18031221/ombudsman.dapat.laporan.menristek.dikti.perdagangkan.jabatan.rektor



http://kbr.id/berita/11-2016/kepada_menristek_dikti__ombudsman_ri_paparkan_cacat_moral_dalam_pemilihan_rektor/86417.html



http://kbr.id/berita/10-2016/ketua_kpk_sebut_pemilihan_rektor_terindikasi_suap/86224.html



dan masih banyak berita lainnya. Namun, entah mengapa isu tersebut bagaikan hilang ditelan bumi.



Melalui surat ini, penulis sampaikan ke Bapak Presiden RI, Joko Widodo, bahwa saat ini penulis sedang melakukan riset sederhana mengenai pemilihan rektor di beberapa perguruan tinggi dan masalah-masalah yang terjadi. Contoh yang penulis ambil adalah kasus di Universitas Negeri Manado (Unima) dan Universitas Halu Oleo. Pada dua perguruan tinggi negeri ini, penulis dapat merangkum beberapa berita mengenai pemilihan rektor yang telah dilaksanakan namun dibatalkan oleh Kemenristekdikti. Dan juga bukti dokumen yang dikirimkan kepada penulis dari sivitas akademika Unima dan UHO mengenai bukti-bukti pelanggaran peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh Nasir, Ainun Naim, Patdono Suwignjo dan oknum-oknum lainnya di Kemenristekdikti. Hasil penelitian penulis akan penulis sampaikan ke Bapak Presiden RI, Joko Widodo, sesegera mungkin beserta barang bukti yang ada. 



Penulis menyampaikan hal ini ke Bapak Presiden RI, Joko Widodo, bukan untuk mencari sensasi atau hal semacamnya. Namun penulis sebagai alumni IKIP memiliki perhatian yang khusus dalam bidang pendidikan. Penulis merasa saat ini pendidikan tinggi sedang dirusak oleh segelintir oknum di Kemenristekdikti hanya karena ambisi satu dua orang *oknum yang gagal menjadi rektor*, lalu ingin merusak seluruh perguruan tinggi dengan melanggar semua peraturan perundang-undangan yang ada, seperti yang penulis sudah jelaskan pada surat sebelumnya. Dan kesimpulan penulis, Nasir sebagai Menristekdikti, adalah orang yang paling bertanggungjawab atas hal tersebut. *Mohon kiranya agar menjadi pertimbangan Bapak Presiden RI, Joko Widodo, untuk segera mengganti Nasir sebagai Menristekdikti.* Semoga Bapak Presiden RI, Joko Widodo, senantiasa diberi kesehatan dan kelancaran dalam mengemban tugas negara. Atas perhatian Bapak Presiden RI, penulis ucapkan terima kasih.



Jogjakarta, 2 November 2017
Hormat kami,
Penulis



CC:
1. Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
2. Sekretaris Jenderal Kemenristekdikti
3. Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti
4. Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti Kemenristekdikti
5. Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Kemenristekdikti
6. Inspektur Jenderal Kemenristekdikti

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.