Skip to main content

Mengapa Saya Berpuasa Senin-Kamis?

Bahkan sahabat-sahabat saya selalu menanyakan untuk apa saya puasa Senin dan Kamis. Lalu saya harus jawab apa? Jika saya katakan bahwa ini sunnah, mereka tak begitu percaya karena menurut mereka aya tak begitu religius untuk mengatakan itu. Kening saya tak hitam. Tak setiap bedug tiba saya ke masjid. Tak setiap tindakan dan ucapan menunjukkan.

Lalu saya harus jawab apa? Haha. Sabodo teuing. 

Sejak masih di SD saya berpuasa Senin-Kamis, bahkan ketika SMP, SMP, kuliah, dan setelah bekerja. Meskipun kadang off kadang on, tapi sebisa mungkin saya berpuasa. Pernah juga lama tidak berpuasa. Namun beberapa tahun terakhir, saya kembali berpuasa setelah melihat banyak dosen di lingkungan saya bekerja berpuasa.

Lalu saya harus jawab apa?

Ketika saya bilang bahwa berpuasa Senin-Kamis adalah sunnah dan mereka tak percaya saya mengatakan itu, kadang saya mengatakan bahwa puasa yang saya lakukan karena kebiasaan. Ada benarnya.

Namun apapun, insyaallah saya akan terus melakukan ini. Saya merasa, puasa adalah doa. Jika saya berpuasa dari Subuh hingga Magrib, berarti selama itulah saya berdoa, meskipun tak terucap, meskipun tak terpanjatkan. Saya percaya Sang Maha Pembuat mengetahui apa pun niat saya di balik setiap puasa yang saya lakukan.

Saya berpuasa, ketika saya menyadari saya berdosa banyak Saya berpuasa, ketika saya menyadari bekelemahan banyak. Saya berpuasa, ketika saya menyadari berkeinginan banyak. Puasa bagi saya, adalah berdoa, berkebiasaan. Demi Allah. 

Comments

Popular posts from this blog

Out of The Box

Saya sedang tidak berminat berpaguyuban. Saya ingin banyak meluangkan waktu sendiri. Melakukan banyak hal yang berbeda dari biasanya, menemukan komunitas baru, dan lain sebagainya. Pelan-pelan saya melepaskan ketergantungan dari riuhnya pertemanan yang hiruk pikuk: bergerombol di cafe, bergerombol di club, bergerombol di bioskop. Waktu seperti menguap tanpa kualitas. Belakangan, saya jadi punya banyak waktu untuk mengecilkan lingkar perut, banyak waktu untuk membaca buku, membiarkan diri saya melebur dengan komunitas dan teman-teman baru, dan yang lebih penting, saya bisa punya waktu untuk mengamati diri saya. Sekedar merubah pola.

Billboard Udud

Pemprov DKI serius untuk menelikung para perokok aktif. Setelah mengeluarkan larangan merokok di beberapa kawasan, disusul dengan larangan beriklan bagi produsen rokok di jalan-jalan protokol. Mestinya, mulai Maret lalu, billboard iklan rokok yang semarak di sepanjang Sudirman, Gatot Subroto, dll itu tak sudah tak boleh lagi terpasang. Namun, pengecualian bagi pemasang iklan yang masa tayangnya belum habis, ditunggu hingga akhir masa kontrak. Sesederhana itukah? Seperti bisa ditebak, larangan-larangan apa pun yang diberlakukan pasti selalu diikuti sebuah koalisi kolusi. Tak ada hukuman bagi pengiklan iklan yang masih memasang billboardnya di sana walaupun tenggang waktu sudah terlewat. Yang terjadi adalah, adanya perpanjangan kontrak sebelum tenggang waktu itu habis. Sehingga iklan-iklan rokok itu akan terus terpasang selama masa kontrak yang diperpanjang. Jika perlu, kontrak untuk jangka waktu hingga masa kepemimpinan Sutiyoso berakhir. Sambil berharap, pemerintah provinsi yang baru a...

Payudara di Televisi Kita

Stasiun televisi kita, makin sering menampilkan program tv dengan bumbu payudara. Mungkin untuk menarik minat penonton. Semakin banyak penonton yang menyaksikan tayangan-tayangan mereka, rating acara akan membumbung, dan pengiklan datang. Namanya kompetisi, ya, bo. Tengok saja panggung dangdut, panggung penari, peragaan busana, hingga seserahan sambutan pun tak luput dari sajian payudara. Beberapa siaran langsung, lainnya siaran tunda. Katakan, 'munculnya' payudara di acara tersebut adalah sebuah insiden. Sangat maklum jika kejadian tersebut terjadi pada siaran langsung. Namun jika tayangan itu bukan langsung dan masih juga kecolongan? Please, deh. Jika peristiwa-peristiwa itu memang tak dikehendaki bersama, demi amannya, apa sebaiknya pihak stasiun membuat rambu-rambu khusus perihal busana seperti apa saja yang boleh digunakan oleh siapapun yang akan disorot kamera? Tentunya tanpa harus memasung demokrasi berekpresi.